Dakar(SENEGAL).BM- Batik yang telah diakui dunia sebagai warisan budaya tak benda (intangible heritage) tidak hanya ada di Indonesia saja. Beberapa negara lain juga memiliki batik, salah satunya adalah negara di Afrika, Senegal. Masyarakat Indonesia di tanah air mungkin tidak banyak yang tahu bahwa di Senegal ada workshop Batik yang bernama "Sekar Wangi" yang didirikan pada tahun 1994 oleh seorang seniman yang bernama Abdoulaye Seck.
Nama Sekar Wangi sendiri diberikan oleh mantan Duta Besar RI untuk Senegal pada waktu itu, Bapak Utoyo Yamtomo. Ketika itu, Duta Besar Utoyo bersama-sama dengan Ibu-Ibu Anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI Dakar berkunjung ke workshop Abdoulaye Seck dan memberikan sejumlah bantuan peralatan membatik seperti canting dan cap. Sejak saat itu, Abdoulaye Seck yang pernah berkunjung ke Yogyakarta mulai mengembangkan pembuatan batik dengan ragam dan corak terinspirasi dari Batik Jawa dan Bali.
Tidak jauh berbeda dengan batik Indonesia, proses pembuatan batik di workshop Abdoulaye Seck pun hampir mirip, yaitu dengan penggunaan lapisan warna. Meski sekilas terlihat mirip, dari segi motif tentu sangat berbeda. Yang menarik adalah bahan dasar dari pewarna Batik diekstrak dari pohon atau tanaman dengan maksud untuk mendapatkan warna "indigo". Bahan pewarna dari tanaman dipilih supaya tidak membahayakan bagi si pembatik ketika melakukan proses pembatikan. Sebagai pengganti lilin, Abdoulaye Seck menggunakan pasta pati singkong atau ubi kayu yang harganya lebih murah untuk menahan warna dan motif Batik.
Di workshopnya, Abdolaye Seck dibantu oleh keponakannya seorang gadis muda yang bernama Ndeye Ngone Diop. Terinspirasi dari pamannya, Ndeye mengembangkan bakat membatiknya secara otodidak. Gaya membatik dan melukisnya pun sangat unik yaitu motif batik dan lukisan yang mengilustrasikan makhluk halus yang tinggal bersama manusia. Karya-karyanya sering dipamerkan di Perancis dan Jerman karena di negara tersebutlah banyak dijumpai pencinta seni mistik Afrika.
Dubes RI untuk Senegal, Mansyur Pangeran, ketika berkunjung secara khusus ke workshop Abdoulaye Seck menyampaikan kekagumannya atas ragam, corak, dan warna-warni motif batik yang dituangkan di atas kain bazine dan kanvas. Lebih jauh, Dubes Mansyur mengatakan bahwa Ia akan berupaya untuk menjalin kemitraan antara workshop Abdoulaye Seck dengan para pengrajin Batik dari Indonesia. Dubes Mansyur juga mengundang Abdoulaye Seck untuk melakukan eksposisi di KBRI Dakar dengan menghadirkan para tamu dari Perwakilan Asing di Senegal.
Saat ini workshop Abdoulaye Seck sangat membutuhkan dukungan peralatan membatik berupa canting dan cap. Alat canting yang pernah diberikan oleh Ibu-Ibu Dharma Wanita Persatuan KBRI Dakar telah rusak, sebagai penggantinya digunakan kuas cat air. Kepada Dubes Mansyur, Abdoulaye Seck mengatakan bahwa hasil membatik akan tampak jauh lebih indah jika menggunakan canting karena cucuk atau carat pada canting yang memiliki fungsi sebagai mata pena.
Untuk jenis Batik Cap, saat ini Abdoulaye Seck menggunakan cap batik kayu. Namun, warna kain dengan cap jenis ini tidak akan tahan lama dibandingkan dengan cap batik tembaga atau kuningan. Abdoulaye Seck berharap Dubes Mansyur dapat menyediakan cap batik tembaga atau kuningan karena motif yang dihasilkan akan lebih akurat dan tahan lama.
Dalam proses pembatikan pun, cap batik tembaga atau kuningan dapat digunakan secara berulang-ulang dalam waktu yang singkat sementara cap yang dibuat dari kayu tidak tahan panas dan harus menunggu. Dalam kaitan ini, Dubes Mansyur menyampaikan bahwa Ia akan berupaya untuk menyediakan peralatan membatik yang diperlukan bagi workshop Abdoulaye Seck tentunya dengan melibatkan peran aktif Dharma Wanita Persatuan KBRI Dakar.
Meskipun karya Batik Tulis tidak begitu diminati di Senegal karena harganya yang cukup mahal, sebaliknya karya Abdoulaye Seck sangat diminati di Eropa terutama di Perancis. Di Saint-Louis, salah satu provinsi di Senegal, Abdoulaye Seck membuka kursus membatik bagi kaum perempuan setempat yang hasilnya dijual langsung ke Perancis.
#Gan/KBRI Dakar
Nama Sekar Wangi sendiri diberikan oleh mantan Duta Besar RI untuk Senegal pada waktu itu, Bapak Utoyo Yamtomo. Ketika itu, Duta Besar Utoyo bersama-sama dengan Ibu-Ibu Anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI Dakar berkunjung ke workshop Abdoulaye Seck dan memberikan sejumlah bantuan peralatan membatik seperti canting dan cap. Sejak saat itu, Abdoulaye Seck yang pernah berkunjung ke Yogyakarta mulai mengembangkan pembuatan batik dengan ragam dan corak terinspirasi dari Batik Jawa dan Bali.
Tidak jauh berbeda dengan batik Indonesia, proses pembuatan batik di workshop Abdoulaye Seck pun hampir mirip, yaitu dengan penggunaan lapisan warna. Meski sekilas terlihat mirip, dari segi motif tentu sangat berbeda. Yang menarik adalah bahan dasar dari pewarna Batik diekstrak dari pohon atau tanaman dengan maksud untuk mendapatkan warna "indigo". Bahan pewarna dari tanaman dipilih supaya tidak membahayakan bagi si pembatik ketika melakukan proses pembatikan. Sebagai pengganti lilin, Abdoulaye Seck menggunakan pasta pati singkong atau ubi kayu yang harganya lebih murah untuk menahan warna dan motif Batik.
Di workshopnya, Abdolaye Seck dibantu oleh keponakannya seorang gadis muda yang bernama Ndeye Ngone Diop. Terinspirasi dari pamannya, Ndeye mengembangkan bakat membatiknya secara otodidak. Gaya membatik dan melukisnya pun sangat unik yaitu motif batik dan lukisan yang mengilustrasikan makhluk halus yang tinggal bersama manusia. Karya-karyanya sering dipamerkan di Perancis dan Jerman karena di negara tersebutlah banyak dijumpai pencinta seni mistik Afrika.
Dubes RI untuk Senegal, Mansyur Pangeran, ketika berkunjung secara khusus ke workshop Abdoulaye Seck menyampaikan kekagumannya atas ragam, corak, dan warna-warni motif batik yang dituangkan di atas kain bazine dan kanvas. Lebih jauh, Dubes Mansyur mengatakan bahwa Ia akan berupaya untuk menjalin kemitraan antara workshop Abdoulaye Seck dengan para pengrajin Batik dari Indonesia. Dubes Mansyur juga mengundang Abdoulaye Seck untuk melakukan eksposisi di KBRI Dakar dengan menghadirkan para tamu dari Perwakilan Asing di Senegal.
Saat ini workshop Abdoulaye Seck sangat membutuhkan dukungan peralatan membatik berupa canting dan cap. Alat canting yang pernah diberikan oleh Ibu-Ibu Dharma Wanita Persatuan KBRI Dakar telah rusak, sebagai penggantinya digunakan kuas cat air. Kepada Dubes Mansyur, Abdoulaye Seck mengatakan bahwa hasil membatik akan tampak jauh lebih indah jika menggunakan canting karena cucuk atau carat pada canting yang memiliki fungsi sebagai mata pena.
Untuk jenis Batik Cap, saat ini Abdoulaye Seck menggunakan cap batik kayu. Namun, warna kain dengan cap jenis ini tidak akan tahan lama dibandingkan dengan cap batik tembaga atau kuningan. Abdoulaye Seck berharap Dubes Mansyur dapat menyediakan cap batik tembaga atau kuningan karena motif yang dihasilkan akan lebih akurat dan tahan lama.
Dalam proses pembatikan pun, cap batik tembaga atau kuningan dapat digunakan secara berulang-ulang dalam waktu yang singkat sementara cap yang dibuat dari kayu tidak tahan panas dan harus menunggu. Dalam kaitan ini, Dubes Mansyur menyampaikan bahwa Ia akan berupaya untuk menyediakan peralatan membatik yang diperlukan bagi workshop Abdoulaye Seck tentunya dengan melibatkan peran aktif Dharma Wanita Persatuan KBRI Dakar.
Meskipun karya Batik Tulis tidak begitu diminati di Senegal karena harganya yang cukup mahal, sebaliknya karya Abdoulaye Seck sangat diminati di Eropa terutama di Perancis. Di Saint-Louis, salah satu provinsi di Senegal, Abdoulaye Seck membuka kursus membatik bagi kaum perempuan setempat yang hasilnya dijual langsung ke Perancis.
#Gan/KBRI Dakar