Delegasi RI menyampaikan statement pada Pertemuan WTO mengenai pembahasan fisheries subsidies. Rabu, (14/6) |
Jenewa(SWISS).BM- Praktik IUU fishing secara ekonomi dan sosial sangat merugikan kepentingan nelayan. Pembentukan aturan mengenai pemberian subsidi perikanan (fisheries subsidies) di WTO dipandang dapat menjadi senjata ampuh dalam pemberantasan IUU fishing. Indonesia juga berpandangan bahwa kepentingan nelayan artisanal dan small-scale fisheries juga harus dipertimbangkan dalam pembentukan aturan ini.
Hal tersebut ditegaskan Delegasi RI dalam perundingan pembentukan aturan mengenai subsidi perikanan yang dilaksanakan di pertemuan negotiating group on rules (NGR) WTO di Jenewa tanggal (14-16/6). Perundingan kali ini secara khusus membahas draft text yang masing-masing diusulkan oleh sejumlah negara Amerika Latin (GRULAC) dan Indonesia. Dibahas pula isu-isu tematik, terkait dengan standstill, definisi, transparansi, dan penyelesaian sengketa.
Indonesia telah memperkenalkan proposalnya secara formal pada Pertemuan NGR tanggal 6 Juni 2017 yang lalu. Proposal Indonesia secara garis besar mencakup pelarangan pemberian subsidi yang berkontribusi pada IUU fishing, overfishing dan overcapacity, serta pemberian fleksibilitas – atau yang dikenal dengan istilah special and differential treatment (SDT) – kepada nelayan yang menggantungkan kehidupannya kepada artisanal dan small-scale fisheries.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini terdapat kurang lebih 868 ribu rumah tangga usaha perikanan yang masih membutuhkan dukungan Pemerintah.
Bagi Indonesia, untuk melaksanakan kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan laut sebagai penggerak kegiatan ekonomi secara berkelanjutan (sustainable) tidak cukup dilakukan hanya oleh satu negara saja, namun juga memerlukan kerja sama global. Forum multilateral, salah satunya WTO, dipandang sebagai wadah yang tepat untuk mencapai hal tersebut.
Tingginya antusiasme anggota dalam pembahasan isu fisheries subsidies di WTO saat ini tidak hanya untuk memenuhi target Sasaran Pembangunan Berkelanjutan yang telah disetujui di PBB, namun juga dalam konteks perundingan hasil-hasil yang dapat disepakati pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-11 di Buenos Aires, Argentina pada bulan Desember 2017 yang akan datang.
Kesepakatan mengenai disiplin subsidi perikanan akan menjadi sumbangan konkrit bagi upaya global dalam pemanfaatan sumber daya perikanan laut secara berkelanjutan, termasuk pemberantasan praktik IUU Fishing yang selama ini menjadi fokus Pemerintah Indonesia. Pembahasan isu fisheries subsidies telah dimandatkan dalam Agenda Pembangunan Doha tahun 2001 dan Hong Kong Ministerial Declaration 2005.
Dalam pertemuan NGR ini, Indonesia diwakili oleh delegasi dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan PTRI Jenewa.
#Gan/PTRI Jenewa
Hal tersebut ditegaskan Delegasi RI dalam perundingan pembentukan aturan mengenai subsidi perikanan yang dilaksanakan di pertemuan negotiating group on rules (NGR) WTO di Jenewa tanggal (14-16/6). Perundingan kali ini secara khusus membahas draft text yang masing-masing diusulkan oleh sejumlah negara Amerika Latin (GRULAC) dan Indonesia. Dibahas pula isu-isu tematik, terkait dengan standstill, definisi, transparansi, dan penyelesaian sengketa.
Indonesia telah memperkenalkan proposalnya secara formal pada Pertemuan NGR tanggal 6 Juni 2017 yang lalu. Proposal Indonesia secara garis besar mencakup pelarangan pemberian subsidi yang berkontribusi pada IUU fishing, overfishing dan overcapacity, serta pemberian fleksibilitas – atau yang dikenal dengan istilah special and differential treatment (SDT) – kepada nelayan yang menggantungkan kehidupannya kepada artisanal dan small-scale fisheries.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini terdapat kurang lebih 868 ribu rumah tangga usaha perikanan yang masih membutuhkan dukungan Pemerintah.
Bagi Indonesia, untuk melaksanakan kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan laut sebagai penggerak kegiatan ekonomi secara berkelanjutan (sustainable) tidak cukup dilakukan hanya oleh satu negara saja, namun juga memerlukan kerja sama global. Forum multilateral, salah satunya WTO, dipandang sebagai wadah yang tepat untuk mencapai hal tersebut.
Tingginya antusiasme anggota dalam pembahasan isu fisheries subsidies di WTO saat ini tidak hanya untuk memenuhi target Sasaran Pembangunan Berkelanjutan yang telah disetujui di PBB, namun juga dalam konteks perundingan hasil-hasil yang dapat disepakati pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-11 di Buenos Aires, Argentina pada bulan Desember 2017 yang akan datang.
Kesepakatan mengenai disiplin subsidi perikanan akan menjadi sumbangan konkrit bagi upaya global dalam pemanfaatan sumber daya perikanan laut secara berkelanjutan, termasuk pemberantasan praktik IUU Fishing yang selama ini menjadi fokus Pemerintah Indonesia. Pembahasan isu fisheries subsidies telah dimandatkan dalam Agenda Pembangunan Doha tahun 2001 dan Hong Kong Ministerial Declaration 2005.
Dalam pertemuan NGR ini, Indonesia diwakili oleh delegasi dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan PTRI Jenewa.
#Gan/PTRI Jenewa