Breaking

"BAHAYA MASIH MENGANCAM"
"JANGAN KENDOR! TETAP JALANKAN PROTOKOL KESEHATAN"

Wednesday, February 21, 2018

Tjahjo Kumolo: Politik Identitas Menjadi Tantangan Demokrasi


JAKARTA.BM- Kontestasi politik seperti pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemilu legislatif dan pemilihan presiden, harusnya menjadi pesta demokrasi yang menggemberikan. Ini momentum bagi rakyat, bisa menunaikan hak pilihnya sesuai hati nurani. Tanpa intimidasi. Tanpa tekanan. Tanpa diracuni oleh racun demokrasi seperti politik uang, kampanye hitam dengan ujaran kebencian, politisasi SARA, hoax dan fitnah. Biarkan rakyat memilih yang terbaik dengan jujur, adil, bebas dan rahasia.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan itu di Jakarta, kemarin. Menurut Tjahjo, tahun ini, merupakan tahun dimana bangsa Indonesia kembali akan menorehkan sejarah. Ini momentum bagi bangsa Indonesia, bisa dicatat sebagai negara yang bisa mempraktekan demokrasi secara elegan. Demokrasi dengan politik tinggi. Politik adiluhung  yang bertumpu pada kenegarawanan dan spirit kebangsaan. Salah satu momentum terdekatnya adalah Pilkada serentak 2018. Disambung kemudian Pemilu serentak 2019. Karena yang perlu dibangun adalah perspektif perdamaian. Namun Tjahjo mengakui, itu bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan dukungan dan komitmen kuat dari semua elemen bangsa mengawal dan mewujudkan Pilkada serentak yang bermartabat.

Terlebih, Pilkada kali kata dia, berbeda dari sebelumnya, sebab digelar di beberapa provinsi besar dan kabupaten atau kota yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Ditambah lagi, Pilkada tahun ini berdekatan dengan agenda politik penting lainnya yakni tahapan pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019. Tantangannya cukup besar. Terutama kalau melihat kondisi saat ini, dimana politik identitas merebak dan menguat. "Merebaknya politik identitas sebagai bagian dari tantangan demokrasi Indonesia saat ini," katanya.

Praktik politik identitas yang berkelindan dengan ujaran kebencian dan politisasi SARA, kata Tjahjo, jelas harus diredam. Jika dibiarkan, polarisasi masyarakat yang mengarah pada perpecahan, tidak bisa dicegah. Diperlukan ketegasan, selain komitmen dari semua elemen bangsa untuk memandang bahwa kontestasi politik merupakan kesempatan melahirkan calon-calon pemimpin berkualitas.

"Konsep peace building atau membangun perspektif perdamaian di kalangan para politisi dan masyarakat yang perlu diterapkan," katanya.

Penerapan konsep peace building, kata Tjahjo, bisa melalui pendekatan agama. Dan, itu sangat mungkin dilakukan oleh organisasi kemasyarakat yang moderat seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah atau organisasi keagamaan lainnya. Sebagai contoh, jika berceramah yang ditekankan adalah spirit perdamaian, daripada misalnya memprovokasi jemaah. Selain itu juga, para politisi diharapkan  tidak menggunakan isu agama sebagai salah satu bahan dalam kampanyenya.

"Para politisi juga  tidak menggunakan uang selama masa kampanye sampai hari pemungutan suara. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi maraknya penyebaran ujaran kebencian dan money politic menjelang Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019," katanya.

Karena harus diakui, isu agama yang dipolitisasi berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Praktek politk uang juga sangat merendahkan martabat demokrasi bangsa. Jadi, kata Tjahjo, kuncinya para politisi bisa lebih bijak. Jangan kemudian membawa-bawa agama, serta tidak menggunakan uang atau money politik untuk mendapatkan kekuasaan.
 


# Gan | Humas Kemendagri

No comments:

Post a Comment

" Klik! Informasi yang Anda Butuhkan "



"Prakiraan Cuaca Jumat 31 Mei 2024"




"BOFET HARAPAN PERI"

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS