Benangmerahnews.com
Dengan pertimbangan untuk mendukung perekonomian nasional melalui sektor perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional, pemerintah memandang perlu kebijakan yang mendukung program peningkatan ekspor nasional.
Atas pertimbangan tersebut, pada 18 Juni 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (PEN).
Dalam PP ini disebutkan, kebijakan dasar PEN bertujuan: a. mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; b. mempercepat peningkatan ekspor nasional; c membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; dan d. mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor.
Adapun strategi PEN diarahkan pada kegiatan: a. menghasilkan devisa; b. menghemat devisa dalam negeri; dan/atau c. meningkatkan kapasitas produksi nasional.
PP ditujukan kepada Pelaku Ekspor yang meliputi: a. usaha mikro, kecil, dan menengah; b. usaha menengah berorientasi Ekspor, yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) – Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); c. koperasi; dan d. pelaku usaha lainnya, yaitu pelaku usaha yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) selain koperasi.
“PEN mendorong pengembangan usaha Pelaku Ekspor yang ada dan menghasilkan Pelaku Ekspor yang baru,” bunyi Pasal 6 ayat (1) PP ini.
Menurut Pasal 8 PP ini, PEN yang ditujukan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan melalui: a. pembiayaan langsung; b. pembiayaan inti plasma; c. pembiayaan kepada Lembaga Jasa Keuangan yang memberikan pembiayaan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud; d. pembiayaan kepada jaringan rantai suplai/pasok (supply chain financing) ; dan / atau e. skema pembiayaan, penjaminan, dan asuransi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“PEN dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi nasional dilakukan melalui pembiayaan, penjaminan. dan asuransi serta kebijakan lain dalam pengembangan industri pengolahan dan penyedia jasa di dalam negeri untuk menghasilkan barang dan/ atau jasa berorientasi ekspor,” bunyi Pasal 13 PP ini.
Pelaksanaan Pembiayaan
Menurut PP ini, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menyediakan fasilitas dalam bentuk: a. pembiayaan; b. penjaminan; dan/atau c. asuransi.
Selain kegiatan menyediakan fasilitas sebagaimana dimaksud, LPEI dapat melaksanakan kegiatan berupa: a. menyediakan jasa konsultasi; b. melakukan restrukturisasi PEN; c. melakukan reasuransi; d. melakukan penyertaan modal; dan/atau e. melakukan kegiatan lain yang menunjang fungsi, tugas, dan wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam menyediakan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud, LPEI dapat menjalankan peran mengisi ceruk pasar (fill the market gap),” bunyi Pasal 16 ayat (3) PP ini.
Fasilitas sebagaimana dimaksud dan kegiatan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dapat diberikan kepada Pelaku Ekspor yang melakukan: a. ekspor langsung (direct export) dan ekspor tidak langsurrg (indirect export); dan/atau b. kegiatan penunjang ekspor.
Selain itu, PP ini menegaskan, fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud, dapat diberikan kepada Pelaku Ekspor yang berdomisili di luar wilayah Negara Republik Indonesia, dan dapat juga diberikan kepada badan usaha yang baru dibangun/dalam masa rintisan (startup).
PP ini juga menegaskan, LPEI dapat memberikan PEN kepada Pelaku Ekspor dengan komposisi tertentu untuk mendukung pengurangan kesenjangan ekonomi antarwilayah.
“Fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah,” bunyi Pasal 20 ayat (1).
Dalam melaksanakan PEN sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, LPEI dapat bekerja sama dengan Lembaga Jasa Keuangan. “Kerja sama sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan Lembaga Jasa Keuangan dalam negeri dan/atau luar negeri,” bunyi Pasal 28 ayat (2) PP ini.
Untuk menunjang peran LPEI dalam pelaksanaan PEN sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, LPEI dapat: a. melakukan transaksi pasar uang; b. menerima dan melaporkan devisa hasil ekspor; c. rnelakukan lindung nilai (hedging);sesuai dengan ketentuttn peraturan perundang-undangan.
Selain bertindak sebagai eximbank, menurut PP ini, LPEI juga bertindak sebagai export credit agency bagi negara Republik lndonesia melalui kerja sama dengan eximbank dan export credit agency negara lain.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 25 Juni 2019.
Dengan pertimbangan untuk mendukung perekonomian nasional melalui sektor perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional, pemerintah memandang perlu kebijakan yang mendukung program peningkatan ekspor nasional.
Atas pertimbangan tersebut, pada 18 Juni 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (PEN).
Dalam PP ini disebutkan, kebijakan dasar PEN bertujuan: a. mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; b. mempercepat peningkatan ekspor nasional; c membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; dan d. mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor.
Adapun strategi PEN diarahkan pada kegiatan: a. menghasilkan devisa; b. menghemat devisa dalam negeri; dan/atau c. meningkatkan kapasitas produksi nasional.
PP ditujukan kepada Pelaku Ekspor yang meliputi: a. usaha mikro, kecil, dan menengah; b. usaha menengah berorientasi Ekspor, yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) – Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); c. koperasi; dan d. pelaku usaha lainnya, yaitu pelaku usaha yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) selain koperasi.
“PEN mendorong pengembangan usaha Pelaku Ekspor yang ada dan menghasilkan Pelaku Ekspor yang baru,” bunyi Pasal 6 ayat (1) PP ini.
Menurut Pasal 8 PP ini, PEN yang ditujukan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan melalui: a. pembiayaan langsung; b. pembiayaan inti plasma; c. pembiayaan kepada Lembaga Jasa Keuangan yang memberikan pembiayaan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud; d. pembiayaan kepada jaringan rantai suplai/pasok (supply chain financing) ; dan / atau e. skema pembiayaan, penjaminan, dan asuransi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“PEN dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi nasional dilakukan melalui pembiayaan, penjaminan. dan asuransi serta kebijakan lain dalam pengembangan industri pengolahan dan penyedia jasa di dalam negeri untuk menghasilkan barang dan/ atau jasa berorientasi ekspor,” bunyi Pasal 13 PP ini.
Pelaksanaan Pembiayaan
Menurut PP ini, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menyediakan fasilitas dalam bentuk: a. pembiayaan; b. penjaminan; dan/atau c. asuransi.
Selain kegiatan menyediakan fasilitas sebagaimana dimaksud, LPEI dapat melaksanakan kegiatan berupa: a. menyediakan jasa konsultasi; b. melakukan restrukturisasi PEN; c. melakukan reasuransi; d. melakukan penyertaan modal; dan/atau e. melakukan kegiatan lain yang menunjang fungsi, tugas, dan wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam menyediakan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud, LPEI dapat menjalankan peran mengisi ceruk pasar (fill the market gap),” bunyi Pasal 16 ayat (3) PP ini.
Fasilitas sebagaimana dimaksud dan kegiatan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dapat diberikan kepada Pelaku Ekspor yang melakukan: a. ekspor langsung (direct export) dan ekspor tidak langsurrg (indirect export); dan/atau b. kegiatan penunjang ekspor.
Selain itu, PP ini menegaskan, fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud, dapat diberikan kepada Pelaku Ekspor yang berdomisili di luar wilayah Negara Republik Indonesia, dan dapat juga diberikan kepada badan usaha yang baru dibangun/dalam masa rintisan (startup).
PP ini juga menegaskan, LPEI dapat memberikan PEN kepada Pelaku Ekspor dengan komposisi tertentu untuk mendukung pengurangan kesenjangan ekonomi antarwilayah.
“Fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah,” bunyi Pasal 20 ayat (1).
Dalam melaksanakan PEN sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, LPEI dapat bekerja sama dengan Lembaga Jasa Keuangan. “Kerja sama sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan Lembaga Jasa Keuangan dalam negeri dan/atau luar negeri,” bunyi Pasal 28 ayat (2) PP ini.
Untuk menunjang peran LPEI dalam pelaksanaan PEN sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, LPEI dapat: a. melakukan transaksi pasar uang; b. menerima dan melaporkan devisa hasil ekspor; c. rnelakukan lindung nilai (hedging);sesuai dengan ketentuttn peraturan perundang-undangan.
Selain bertindak sebagai eximbank, menurut PP ini, LPEI juga bertindak sebagai export credit agency bagi negara Republik lndonesia melalui kerja sama dengan eximbank dan export credit agency negara lain.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 25 Juni 2019.
# Gan | Pusdatin
No comments:
Post a Comment