Terdakwa teroris Brenton Harrison Tarrant (29 tahun) memilih untuk membela dirinya sendiri dalam sidang vonis bulan depan. (foto; ABC) |
Selandia Baru.BM- Terdakwa teroris Brenton Harrison Tarrant menolak didampingi pengacara untuk sidang vonis dalam kasus pembantaian jamaah masjid di Selandia Baru.
Sidang akan digelar pada bulan Agustus, dimana Brenton menghadapi 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, serta 1 dakwaan terorisme.
Pria kelahiran Australia berusia 29 tahun ini sudah mengakui perbuatannya menyerang jamaah yang sedang hendak menjalankan ibadah salat Jumat di dua masjid di kota Christchurch, 15 Maret 2019.
Brenton diperkirakan akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Menurut laporan Radio Selandia Baru, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tinggi Christchurch yang digelar hari Senin pagi (13/07), terdakwa menyatakan tidak ingin didampingi pengacara dalam sidang vonis mendatang.
Hakim Cameron Mander sebenarnya telah menunjuk seorang pengacara jika ia ingin didampingi pengacara
Persidangan vonis akan menggunakan video sehingga para korban yang berada di luar negeri dapat menyaksikannya secara langsung.
Tidak kecewa
42 jamaah Masjid Al Noor, Christchurch, tewas akibat penembakan pada 15 Maret 2019. (AAP: Martin Hunter) |
Sidang vonis terhdap Tarrant sebelumnya telah ditunda karena pandemi virus corona, namun minggu lalu pengadilan memutuskan sidang vonis akan dilakukan selama tiga hari dimulai pada 24 Agustus di kota Christchurch.
Salah seorang mantan pengacara Tarrant, Jonathan Hudson, menyatakan pihaknya tidak kecewa dengan keputusan terdakwa untuk menolak didampingi pengacara dalam sidang.
"Kami tidak kecewa dengan keputusan Tarrant," ujar Jonathan seusai sidang hari ini, seperti dilaporkan the Herald.
Jonathan bersama rekannya Shane Tait telah mendampingi terdakwa sejak diseret ke meja hijau pada 5 April 2019. Keduanya juga mengajukan permohonan untuk mundur sebagai pengacara terdakwa.
Mereka menjelaskan telah menerima instruksi dari Brenton agar mundur sebagai pengacaranya karena terdakwa ingin menggunakan haknya, yaitu membela dirinya sendiri.
Hakim Cameron dalam sidang hari ini memastikan terdakwa yang muncul melalui tautan video paham dan sadar dengan keinginannya itu.
Kementerian Hukum Selandia Baru bersama pengadilan telah berupaya menerapkan "opsi teknologi" termasuk siaran langsung proses persidangan untuk membantu para korban yang berada di luar negeri dan tidak dapat melakukan perjalanan untuk melihat langsung jalannya sidang.
Para korban selamat yang kini berada di luar Selandia Baru akan diberi izin pengecualian untuk datang ke negara itu jika ingin hadir langsung dalam persidangan.
"Kami ingin membantu saudara-saudari Muslim kita yang secara langsung terdampak oleh peristiwa tragis ini," ujar Menteri Imigrasi Selandia Baru Iain Lees-Galloway.
"Kami langsung menerapkan proses yang memungkinkan para korban dan keluarganya atau kerabat lainnya datang ke Selandia Baru atas dasar kemanusiaan," tambahnya.
Baca Juga
# Gan | ABC
No comments:
Post a Comment