Appaka te manussesu, ye jana paragamino. Athayam itara paja, tiramevanudhavati. Di antara umat manusia hanya sedikit yang dapat mencapai Pantai Seberang; sebagian besar hanya berjalan hilir mudik di tepi sebelah sini. (Dhammapada, Syair 85)
Manusia hidup sudah pasti memiliki tujuan. Setiap manusia menjadi termotivasi dan penuh gairah untuk meraih tujuan hidupnya. Namun demikian, menjadi penting untuk disadari bahwa selama menjalankan proses kehidupan tentu akan diwarnai dengan berbagai hal, baik yang menyenangkan atau menyedihkan, yang menguntungkan atau yang merugikan.
Ibarat kita sedang mendaki gunung, ada jalan terjal, ada jurang, dan ada batu. Tidak semua jalan yang dilalui berupa jalan datar dan rata sebelum mencapai puncaknya untuk dapat melihat keindahan panorama. Hal yang pasti harus tetap dilakukan adalah terus melangkah, menatap harapan untuk mewujudkan tujuan. Itulah dinamika yang selalu mewarnai setiap kehidupan.
Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa sungguh sulit terlahir sebagai manusia. Hal ini mengandung makna bahwa manusia terlahir telah membawa benih-benih kebaikan. Kebaikan yang siap untuk ditumbuhkembangkan agar berbuah kebahagiaan. Setiap manusia bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri. Karena itulah umat Buddha diajarkan untuk memiliki keyakinan yang kuat dan menjalankan praktik kemoralan dalam kehidupan, seperti Pancasila Buddhis. Keyakinan dan kemoralan tersebut perlu dilatihkan dan dijalankan secara sukarela sebagai upaya pengembangan diri.
Setiap manusia harus selalu aktif melakukan pengembangan diri, memperbaiki semua kekurangan, dan mencari solusi atas persoalan hidupnya. Agar benih kebaikan dalam diri dapat berbuah kebahagiaan, yang perlu dilakukan adalah tekad untuk aktif menjalani kehidupan. Apapun keadaannya harus mau menjalankan semua peran yang melekat dalam dirinya dengan penuh semangat dan pikiran yang terbuka. Dengan pikiran yang bersih dan suci sebagai dasar dalam berbicara atau berbuat maka buah kebahagiaan akan diraihnya.
Ini sebagaimana tertuang dalam kitab Anguttara Nikaya II, 65 bahwa harapan yang hendak diwujudkan dalam kehidupan adalah: 1). memperoleh kekayaan dengan cara yang benar dan pantas, 2). memperoleh kedudukan sosial yang pantas, 3). memiliki umur panjang, dan 4). dapat terlahir di alam bahagia setelah kehidupan berakhir. Itulah bentuk kebahagiaan yang berkondisi (duniawi), dan selanjutnya akan menjadi pijakan dalam mewujudkan kebahagiaan yang sudah tidak berkondisi (nibbana).
Marilah kita siapkan diri kita, untuk menjalani kehidupan dengan penuh gairah. Wujudkan antusiasme dalam kehidupan melalui rencana tindakan yang logis, yang selaras dengan tujuan yang akan diwujudkan. Pastikan dalam diri kita telah tertanam nilai-nilai luhur, keyakinan, daya tahan, bakat dan keterampilan untuk menjalankan kehidupan. Jangan biarkan muncul hambatan rasa tidak percaya diri sebagai alasan untuk tidak melangkah maju.
Demikianlah hendaknya yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan hidup. Jangan biarkan pikiran mengembara kesana kemari sebagai akibat dari pertentangan batin dalam diri. Jalanilah semua dengan tulus dan ikhlas, tentu akan banyak makna yang dapat ditemukan di dalamnya. Sehingga tidak hanya sibuk dalam persoalan, namun selangkah demi selangkah terus maju membawanya untuk mencapai tujuan, terwujudnya kebahagiaan.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Baca Juga
Caliadi (Dirjen Bimas Buddha)
No comments:
Post a Comment