Ambon(MALUKU).BM- Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nizar Ali menyampaikan bahwa kearifan lokal, tradisi, dan adat istiadat sangat efektif mendukung upaya menjaga kerukunan antarumat beragama.
Pesan ini disampaikan Nizar Ali saat membacakan sambutan Menag Yaqut Cholil Qoumas pada acara sidang ke-38 Sinode, Gereja Protestan Maluku (GPM). Sidang berlangsung di Gereja Maranatha yang beralamat di Uritetu, Sirimau, Kota Ambon, Maluku, Minggu (07/02).
"Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal, seperti kejernihan hati, penghormatan terhadap sesama, mawas diri, mengorbankan ego pribadi untuk kepentingan bersama, serta keterbukaan terhadap dialog dan musyawarah, merupakan nilai-nilai mendasar yang bisa menguatkan tali persaudaraan antar sesama manusia," tambah Nizar Ali.
Disampaikan Nizar, jika terus dirawat, nilai-nilai tersebut akan menjadi akar yang kuat untuk membangun kehidupan bersama yang aman, harmonis, dan damai.
Bagi Nizar, hal ini sejalan dengan nilai-nilai Kristiani yang penuh kasih sebagaimana dikutip dalam kitab injil yang berbunyi “hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:2-4).
"Umat kristen di Indonesia memiliki tanggungjawab untuk menumbuhkan, memelihara dan melestarikan keharmonisan hubungan sesama anak bangsa, sekalipun dalam keberagaman suku, budaya, agama dan lain-lain," kata Nizar.
Nizar menjelaskan, semboyan negara Bhineka Tunggal Ika harus diimplementasikan dalam kehidupan keseharian di setiap tempat dan waktu. Semboyan ini menjadi perwujudan dari hukum mengasihi sesama manusia, seperti diri sendiri, yang memandang semua manusia adalah sama dan tidak membeda-bedakan.
"Masyarakat Indonesia yang multi budaya, sikap ekslusif yang hanya mengakui kebenaran secara sepihak, tentu dapat menimbulkan gesekan antar kelompok agama. Konflik keagamaan yang kerap terjadi di Indonesia, umumnya dipicu oleh adanya sikap ekslusif, serta terjadinya kontestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi dengan sikap toleran, karena masing-masing menggunakan kekuatan dan pengaruhnya untuk menang sehingga akhirnya memicu konflik," papar Nizar.
Akan hal itu, lanjut Nizar, sesungguhnya moderasi beragama menjadi signifikan tidak hanya bagi penciptaan relasi konstruktif di antara agama-agama secara eksternal tetapi juga penting secara internal untuk menciptakan harmoni di antara berbagai aliran dalam satu agama. Moderasi beragama juga penting untuk dikembangkan melalui langkah-langkah strategis dengan melibatkan peran semua pihak.
"Moderasi perlu dipahami dan ditumbuhkembangkan sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politik-nya mau saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka," kata Nizar.
"Saya percaya sidang ke 38 sinode Gereja Protestan Maluku ini akan dapat melahirkan keputusan-keputusan yang strategis untuk dijadikan pedoman di Provinsi Maluku, khususnya warga Gereja Protestan Maluku dan menghasilkan ketua dan anggota majelis pelaksana harian sinode Gereja Protestan Maluku yang berkualitas 5 (lima) tahun ke depan serta berdedikasi tinggi untuk warga Gereja Protestan Maluku. Selamat bersidang, selamat melayani," tutup Nizar.
Baca Juga
# Gan | Kemenag
No comments:
Post a Comment