Setiap manusia yang bekerja, tujuannya untuk mendapatkan uang agar ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya; sandang, pangan, dan papan. Robert T. Kiyosaki penulis buku best seller, dalam bukunya: “Rich Dad, Poor Dad" mengatakan: tujuan manusia bekerja untuk mencapai Financial Freedom (kebebasan finansial). Ia menyarankan untuk bisa sampai pada financial freedom; Jangan bekerja untuk uang; buat uang bekerja untuk Anda, (Don,t work for money; make money work for you).
Benarkah dia sudah sukses menuntun orang menuju kebebasan finansial? Apakah kepuasan dan kesuksesan hidup manusia dalam bekerja hanya diukur dengan kebebasan finansial?
Dalam bacaan Injil Yoh. 6: 24 35 Yesus berkata kepada orang banyak yang mencari Dia. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah memakan roti itu dan kamu kenyang. Dan Yesus berpesan, bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.
Dalam bekerja kita sering sekali memiliki cita-cita, obsesi, dan ambisi seperti semangat Robert T. Kiyosaki, ingin mendapatkan uang yang banyak. Kita bekerja dengan baik agar mendapatkan promosi jabatan yang lebih tinggi sehingga mendapatkan uang yang lebih banyak. Dan kita sering seperti orang banyak yang mencari Yesus bukan karena melihat tanda-tanda kasih Tuhan yang memanggil kita agar memberikan makna dengan panggilan hidup kita, tetapi karena kita sudah merasa kenyang atau sebaliknya seperti bangsa Israel yang putus asa merasa diterlantarkan oleh Allah karena mengalami kesulitan makanan dan minuman selama perjalanan melintasi padang gurun.
Tuhan tidak pernah membiarkan umat-Nya terlantar, melainkan senantiasa memberikan kehidupan supaya umat-Nya tidak kekurangan, seperti yang dialami bangsa Israel. Dan ketika mereka bertanya kepada Yesus mengenai tanda apakah yang Engkau perbuat supaya kami dapat melihat dan percaya kepada-Mu? Yesus menjawab, Aku berkata kepadamu sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari surga, melainkan Bapak-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari surga. Akulah roti hidup, barang siapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. Gambaran Yesus sebagai roti hidup hendak menegaskan bahwa, Dialah pusat tujuan hidup manusia. Dialah santapan rohani yang memberi manusia hidup kekal.
Pesan Injil kepada kita supaya hidup dan karya kita semakin bermakna harus datang kepada Yesus agar hidup kita diubah dan dipenuhi oleh hidup-Nya. Yesus ingin agar kita melihat Yesus bukan sebagai pemberi makanan, kerja, tetapi sebagai pemberi hidup. Yesus menjadi roti kehidupan bagi kita agar membuat hidup kita berubah; menerima Yesus dengan penuh iman, bersatu dengan Yesus yang hidup dalam diri kita sehingga hidup kita semakin berbuah, bermakna bagi banyak orang yang kita layani.
Dalam menjalani hidup di masa pandemi akibat Covid-19, banyak orang mengalami kesulitan makan dan minum. Kita diajak untuk dapat saling berbagi, solider dengan sesama yang kesulitan, berbagi hidup, membela hidup sebagaimana ilmuwan Prof. Sarah Gilbert, penemu AstraZeneca COVID-19 vaccine, menyumbangkan hak patennya untuk vaksinasi di seluruh dunia. Akidi Tio menyumbang Rp2 trilliun untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Palembang Sumatera Selatan. Ia rendah hati, tidak mau menonjolkan diri, banyak menyumbang tetapi selalu hanya atas nama hamba Tuhan.
Yesus Roti hidup memberikan kekuatan bagi kita untuk hidup kekal, berkarya mewartakan Karya Allah melalui pekerjaan, jabatan agar semakin memberikan arti dan makna hidup bukan hanya bagi diri sendiri tetapi bagi banyak orang. Yesus, Roti Kehidupan, semakin meneguhkan iman kita, harapan, dan kasih untuk mau berbagi, berbelarasa, menaati protokol kesehatan dan mengikuti program vaksinasi demi kebaikan bersama.
Dr. Salman Habeahan, S.Ag., M.M.(Pembimas Katolik Provinsi DKI Jakarta)
No comments:
Post a Comment