Masing-masing umat beragama pada hakikatnya mempunyai tujuan yang sama, namun cara dan tata pelaksanaannya yang berbeda. Tujuan agama Hindu adalah untuk mencapai Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma. Artinya, dharma itu ialah alat untuk mencapai moksa dan mencapai kesejahteraan hidup di dunia. Moksa adalah kebebasan jiwatman, mengalami kebahagiaan rokhani yang langgeng, yaitu kebahagiaan tanpa kedukaan (suka tanpa wali duhka).
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tidaklah cukup memahami ajarannya saja, melainkan harus dilembagakan secara utuh, mulai dari adanya pengetahuan terhadap ajaran agama, kemudian diikuti dengan proses pemahaman dan pentaatan, serta mencapai puncaknya pada proses penghargaan serta penjiwaan, penerapan terhadap ajaran agama itu pada kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ajaran agama yang bersifat normatif itu tidak hanya sebatas wacana, tapi membumi dan membudaya dalam kehidupan masyarakat, bahkan dirasakan sebagai sesuatu yang menyatu dalam kehidupan.
Untuk mencapai tujuan agama Hindu maka yang dijadikan sebagai rujukan adalah kitab suci Weda. Weda diyakini oleh umat Hindu sebagai ajaran yang Sanatana Dharma – kebenaran yang kekal dan abadi. Ajaran Weda dalam praktik keagamaan di Indonesia diterapkan dan dibangun dalam tiga kerangka dasar yaitu: tattwa, susila dan acara. Ketiganya merupakan bagian yang integral yang tidak terpisahkan. Ketiganya mendasari tindak keagamaan umat Hindu.
Tattwa berdasarkan ajaran Hindu berarti kebenaran yang sejati dan hakiki serta didefinisikan sebagai dasar keyakinan. Sebagai dasar keyakinan Hindu, Tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha (Widhi Tattwa atau Brahman, Atma Tattwa, Karmaphala Tattwa, Punarbhawa Tattwa, Moksa Tattwa).
Widhi Tattwa adalah keyakinan tentang Brahman/Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Pencipta, Maha Pemelihara dan Pemrelina. Konsepsi ketuhanan dalam agama Hindu disebutkan dalam untaian kata yang begitu mengagumkan “Ekam Evam Sadviprah Bahuda Wadhanti” (hanya ada satu Tuhan, hanya orang bijaksana menyebut dengan banyak nama).
Dalam ajaran Hindu, ada dua konsepsi ketuhanan. Pertama, ajaran ketuhanan manistis absolute, yang disebut dengan Nirguna Brahman. Yaitu, Tuhan yang tidak termanifestasikan, kosong, tidak berwujud, tidak dapat dicapai dengan akal pikiran dan panca indra, tanpa pribadi dan hanya dapat dicapai dengan keyakinan yang dalam Bahasa Sanskerta disebut Acintyarùpa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia (Monier, 1993: 9). Dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan: “Tan Kagrahita dening manah mwang indriya” (tidak terjangkau oleh akal dan indriya manusia).
Kedua, disebut dengan Saguna Brahman. Yaitu, Tuhan dalam manifestasinya. Dia berwujud, memiliki aspek, atribut, dan sifat. Pada aspek ini Tuhan Ida Sang Hyang Widhi dihadirkan dalam berbagai manifestasi / prabawa yang lazim disebut Ista Dewata. Artinya, Dewata yang diingini hadir pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah perwujudan Ida Sang Hyang Widhi dalam berbagai wujud-Nya, seperti Brahma, Wisnu, Iswara, Saraswati, Gana, dan sebagainya.
Pada praktiknya, Ista Dewata yang dipuja oleh pemujanya sesuai keyakinan yang mendasari, harapan, dan bahkan profesi. Umat Hindu selalu menghadirkan Hyang Widhi dalam manifestasinya yang diberikan nama yang berbeda-beda. Misalnya: Ista Dewata yang dipuja seorang Petani adalah Dewi Sri. Dewi Sri adalah Dewi kesuburan.
Petani yang menanam tanaman berbatang akan memuja Dewa Sangkara. Nelayan memuja Ista Dewata Dewa Baruna, Dewa Penguasa Lautan. Bagi siswa atau orang terpelajar, mereka memuja Dewi Saraswati, Dewi Ilmu Pengetahuan.
Ista Dewata yang dipuja pedagang adalah Dewa Rambut Sedhana. Mereka berharap segala usahanya lancar dan memperoleh laba atau untung. Pelaku seni akan memuja Siwa sebagai Iswara atau Sang Hyang Kawisuara.
Lebih lanjut, dalam ajaran Siwa Siddhanta sebagai paham yang dianut sebagian besar umat Hindu di Indonesia, mengaplikasaikan ajaran Weda melalui Seha, Puja, Sesana, Indik, dan Tutur. Sumber-sumber ajaran Siwa Sidanta secara terperinci terdapat pada Bhuwanakosa, Jnana Siddhanta, Tattwa Jnana, Wrhaspati tatwa, Ganapati Tattwa, Sang Hyang Maha Jnana yang semuanya ini sudah sangat mudah untuk didapatkan.
Di dalam Siwa Tattwa, Sang Hyang Widhi adalah Ida Bhatara Siwa. Dalam lontar Jnana Siddhanta dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siwa adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara - Bhatari.
Sa eko bhagavan sarvah Siwa karana karanam Aneko viditah sarwah. Catur vidhasya karanam. Ekatwanekatwa swalaksana bhatara ekatwa ngaranya. Kahidup makalaksana Siwa tattwa Tunggal tan rwatiga kahidep nira. Mangekalaksana Siwa karana juga tan paphrabeda. Aneka ngaranya kahidup. Bhataramakalaksana caturdha. Caturdha ngaranya laksananiram stuhla suksma sunya.
Artinya: Sifat Bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa. Ia hanya esa tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja sebagai Siwa karana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara bersifat Caturdha. Caturdha adalah sifatnya, sthula, suksma dan sunia.
Sumber - sumber lain yang menyatakan Dia yang Eka dalam Beraneka juga kita temukan dalam banyak mantra - mantra, di antaranya adalah: Om namah Sivaya sarvaya. Dewa-devaya vai namah. Rudraya Bhuvanesaya. Siwa rupaya vai namah.
Artinya: Sembah bhakti dan hormat kepada Siwa, kepada Sarwa. Sembah bhakti dan hormat kepada dewa dewanya. Kepada Rudra raja alam semesta. Sembah hormat kepada dia yang rupanya manis.
Twam Sivas twam Mahadewa. Isvara Paramesvara. Brahma Visnuca Rudrasca. Purusah Prakhrtis tatha. Artinya: Engkau adalah Siwa Mahadewa. Iswara, Parameswara. Brahma, Wisnu dan Rudra. Dan juga sebagai Purusa dan Prakerti.
Tvam kalas tvam yamomrtyur. varunas tvam kverakah. Indrah Suryah Sasangkasca. Graha naksatra tarakah. Artinya: Engkau adalah Kala, Yama dan Mrtyu. Engkau adalah Varuna, Kubera. Indra, Surya dan Bulan. Planet, naksatra dan bintang - bintang.
Prthivi salilam tvam hi. Tvam Agnir vayur eva ca. Akasam tvam palam sunyam. Sakhalam niskalam tatha. Artinya: Engkau adalah Bumi, Air dan juga Api. Angkasa dan alam sunia tertinggi. Juga yang berwujud dan tak berwujud.
Dalam lontar Padma Bhuana disebutkan, Bhatara Siwa bermanifestasi menempati arah mata angin, di antaranya Siwa sebagai Siwa ra, berkedudukan di timur, Brahma di Selatan, Mahadewa di Barat, Wisnu di Utara, Timur Laut sebagai Sambu, Tenggara sebagai Mahesora, Barat Daya sebagai Ludra, Barat Laut Sangkara dan di tengah adalah Siwa.
Dewa / Bhatara - Bhatari itu adalah Bhatara Siwa sendiri. Bhatara - Bhatari itulah yang dipuja sebagai Ista Dewata. Dalam manifestasi beliau yang paling mendominasi pemujaan yang ada di Bali sebagai Dewa Brahma, Wisnu, dan Iswara.
Konsep penciptaan, pemeliharaan dan pemrelina menunjukkan Bhatara Siwa sebagai apa yang sering disebut Sang Hyang Sangkan Paraning Numadi. Yaitu asal dan kembalinya semua yang ada dan tidak ada di jagat raya ini. Realitas tertinggi disebut Siwa, yang merupakan kesadaran yang tak terbatas, yang abadi, tanpa perubahan, tanpa wujud, merdeka, ada dimana-mana, maha kuasa, maha tahu, esa tiada duanya, tanpa awal, tanpa penyebab, tanpa noda, ada dengan sendirinya, selalu bebas, selalu murni dan sempurna. Ia tak dibatasi oleh waktu yang merupakan kebahagiaan dan kecerdasan yang tak terbatas, bebas dari cacat, maha pelaku dan maha mengetahui.
Dewa Siwa adalah tuhan cinta kasih, yang karunianya tak terbatas, cinta kasihnya tak terbatas dan merupakan penyelamat dan guru. Ia selalu terlibat dalam pembebasan roh-roh dari perbudakan materi. Ia mengenakan wujud seorang guru yang berasal dari cinta kasihnya yang mendalam terhadap umat manusia. Ia menghendaki agar semuanya mengetahui tentang Dia dan mencapai Siwa –pada yang penuh kebahagiaan. Ia menjaga aktifitas dari roh-roh pribadi dan membantunya dalam pergerakan majunya. Ia membebaskan roh-roh pribadi dari belenggu ikatan.
Kedudukan Dewa Siwa dapat dilihat pada salah satu puja yang dipakai pada saat sembahyang di sangah merajan: Om Brahma Wisnu Iswara Dewam. Tripurusa Suddhatmakam. Tridewa Trimurti Lokam. Sarwa Wighna Winasanam. Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Dewa Brahma, Wisnu, Iswara, Tripurusa Maha Suci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.
Selain ke-Tuhanan, Siwa Siddhanta juga memuat beberapa ajaran, di antaranya: ajaran tentang Atma yang sesungguhnya berasal dari Bhatara Siwa dan akan kembali kepada-Nya juga, ajaran Karma Phala yang berkaitan dengan Punarbawa atau siklus reinkarnasi, ajaran pelepasan yang berkaitan tentang Yoda dan Samadhi.
Terdapat pula ajaran tata susila yang erat hubungannya dengan ajaran Karma Phala. Tumpuan dari ajaran tata susila itu adalah Tria Kaya Parisuddha. Yaitu, Kayika Parisuddha (berbuat yang benar), Wacika Parisuddha (berbicara yang benar), dan Manacika Parisuddha (berfikir yang benar).
Akhir kata, di mana Tuhan selalu dihadirkan, dipuja dengan penuh sujud bakti, di mana kekuatan Tuhan selalu dihadirkan dalam setiap nama, rupa, warna, maka di sana akan selalu ada rasa syukur, rasa penuh bakti, rasa penuh cinta, maka akan hadir keberuntungan serta kebaikan.
I Ketut Suji (ASN Kemenag Kab Karangasem)
No comments:
Post a Comment