Breaking

"BAHAYA MASIH MENGANCAM"
"JANGAN KENDOR! TETAP JALANKAN PROTOKOL KESEHATAN"

Monday, August 2, 2021

Mimbar; Pandemi Menjadi Ujian Iman Umat Tuhan


Yoh 4:24. Allah itu Roh adanya, dan orang yang menyembah Dia, haruslah menyembah dalam roh dan kebenaran.

Pandemi ini membuka mata kita bahwa Allah Roh Kudus membawa kita kepada penyembahan secara virtual. Dalam ibadah virtual ini, kita tidak berada di satu tempat secara fisik, tetapi karena Roh Kudus, kita tetap merasa dipersatukan dalam ibadah kepada Tuhan Yesus Kristus.

Mimbar Minggu kali ini membahas tentang pandemi menjadi ujian iman kepada umat Tuhan. Bagaimana sikap kita terhadap pandemi Covid-19, yang sudah menimpa seluruh dunia? Bagaimana sikap kita jika seandainya doa kita untuk keluarga yang sakit, tidak dikabulkan Tuhan? Atau sebaliknya, jika Tuhan mengabulkan doa kita dan memberi kesembuhan? Agar bisa memahami lebih mudah bagaimana iman kita diuji dan bagaimana seharusnya sikap yang perlu dimiliki, kita akan belajar dari dua tokoh, yaitu Daud dan Yakub. Bagaimana Tuhan tidak mengabulkan doa raja Daud, dan  bagaimana Tuhan mengabulkan doa Yakub.

Saat ini, dunia sedang dilanda pandemi Covid-19 yang sangat dahsyat. Di seluruh dunia, hampir 200 juta orang terpapar dan 4 juta lebih meninggal dunia. Di Indonesia saat ini sekitar 2,5 juta orang terpapar, 2 juta sembuh dan 70.000 meninggal dunia. Jumlah ini sangat besar. Masih belum jelas dari mana dan bagaimana virus ini muncul. Yang jelas penyebarannya sangat cepat sebelum dunia siap menghadapinya. Mutasi-mutasinya membuat manusia seperti tidak berdaya. Untuk mengatasinya diadakan vaksinasi untuk memperkuat imunitas tubuh kita. Obat penangkalnya belum ada. Fasilitas rumah sakit, dokter dan tenaga kesehatan kewalahan. Bahkan, penguburan korban begitu banyak sehingga harus antri di tempat pemakaman. Di awal merebaknya pandemi, terasa ada kepanikan. Setelah upaya penyembuhannya mulai berhasil, walaupun tidak seluruhnya, barulah terasa ada keyakinan bahwa corona ini akan dapat di atasi satu saat nanti.

Pandemi ini tidak membedakan bangsa, ras, usia, kaya atau miskin, ataupun agama, bahkan cukup banyak para pemimpin agama yang meninggal dunia.  Sungguh sangat disayangkan karena ada orang-orang yang tidak percaya adanya virus corona ini, padahal sudah menelan banyak korban. Keluarga-keluarga dibuat porak-poranda. Banyak yang meninggal dunia tanpa kata-kata perpisahan, tidak bisa memandang wajah korban setelah meninggal, dan tidak bisa mengantar sampai di tempat pemakaman.

Ada rasa kehilangan yang luar biasa. Kekasih kita direnggut begitu saja dari tengah kita, dan kita tidak siap menerimanya. Selain rasa kehilangan anggota keluarga, banyak usaha business juga hancur, membuat keluarga bingung masa depannya.

Begitu juga pendidikan anak-anak sangat terganggu. Syukur kepada Tuhan, anak didik masih bisa belajar melalui internet. Tetapi ada cukup banyak kendalanya.

Dunia ekonomi dan business, menghadapi tantangan dahsyat. Pemerintah harus bekerja keras untuk mengatasi pandemi ini dengan berbagai cara, dan pada saat yang sama berusaha agar perekomomian tidak hancur. Pandemi ini menimbulkan masalah kesehatan dan masalah ekonomi. Kita semua sedang prihatin menghadapi pandemi corona ini. Umat Tuhan, saudara dan saya, juga tidak terkecuali.

Tapi sebelumnya, mari kita renungkan hikmat apakah yang dapat kita petik dari pandemi ini?

Pertama, pandemi ini membuka mata kita bahwa hidup ini sangat berharga, lebih berharga dari emas dan perak, jabatan dan kekuasaan atau kemasyhuran dan popularitas. Semua itu tidak bisa menggantikan rasa kehilangan anggota keluarga yang kita kasihi. Jadi, hargailah hidup ini.

Kedua, usia manusia sangat singkat dan cepat berlalu. Alkitab menggambarkan hidup kita seperti uap atau asap yang terlihat sebentar lalu lenyap. Pakailah waktu  kita dengan bijaksana.

Ketiga, jangan hanya mengandalkan kemampuan manusia. Kita memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para dokter, tenaga kesehatan dan semua yang berjibaku menolong sesama untuk mengatasi virus ini. Namun kita tahu bahwa pada akhirnya hidup kita ditentukan oleh Tuhan.

Keempat, karena hidup ini singkat, berbuat baiklah sebanyak mungkin. Salah satu cara berbuat baik, yang dapat kita lakukan di masa pandemi ini, adalah jagalah diri kita masing-masing agar tidak tertular atau menularkan virus ini. Kelalaian atau kecerobohan dapat berakibat fatal. Menjaga diri dengan mengikuti prokes yang tepat dan ketat, agar kita tidak sampai tertular atau menularkan virus ini kepada orang lain, itu sudah satu perbuatan baik. Apalagi, kalau kita bisa membantu mereka yang membutuhkan. Keluarga, teman atau tetangga kita, mungkin tidak punya makanan. Bantulah mereka. Biarlah hidup kita menjadi berkat kepada sesama agar Nama Tuhan yang dipermuliakan.

Hidup kita yang sesungguhnya, yang sejati  adalah hidup bersama Tuhan dalam keabadian. Hidup di dunia yang digambarkan seperti uap itu, adalah sementara. Semuanya akan berakhir. Dalam iman Kristen, hidup sejati, yang abadi dan kekal, kita terima sebagai anugerah Tuhan ketika kita secara pribadi, percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan kita. Dari perspektif inilah  kita memiliki landasan kokoh yang membangkitkan iman melawan pandemi ini.

Sekarang, marilah kita bicarakan tentang pandemi ini yang menjadi ujian iman kepada umat Tuhan.

Saya akan ambilkan contoh dari Alkitab, tentang Daud dan Yakub. Mereka dalam keadaan terjepit, lalu berdoa memohon pertolongan Tuhan. Keduanya menunjukkan sikap yang baik untuk kita teladani.

Masalahnya, kesulitan mereka adalah karena dosa-dosa mereka sendiri. Timbul pertanyaan, jika demikian perlukah Tuhan menolong mereka, mengabulkan doa mereka?

Daud terjerumus ke dalam dosa kenikmatan seks. Dalam konteks masa kini, dosa ini dapat disamakan dengan dosa perselingkuhan, bahkan lebih kejam lagi. Dia mengambil Batsyeba menjadi isterinya dan membunuh suaminya.

Sedangkan Yakub, dia menipu ayahnya, Ishak, dan kakaknya, Esau. Dia ingin menguasai harta warisan ayahnya. Dia jatuh ke dalam dosa keserakahan material. Dalam konteks masa kini, dosa ini dapat disamakan dengan korupsi, yang intinya yaitu keserakahan materi.

Dalam kisah ini, Daud dan Yakub dalam keadaan terjepit, lalu mereka berdoa mohon pertolongan Tuhan. Alkitab menceritakan bahwa doa Daud tidak dikabulkan, dan doa Yakub dikabulkan. Bagaimana sikap mereka?

Kita baca: 2 Samuel 12:15-23. Dalam kisah ini, Daud berdoa untuk kesembuhan anaknya yang dia peroleh dari perbuatan dosanya dengan Batsyeba. Daud berdoa puasa, mohon belas kasihan Tuhan, tetapi anak itu tetap meninggal.

Daud berdoa untuk anaknya, tentu dia ingin anaknya hidup. Daud berdoa dan berpuasa, mengurung diri bergumul dengan Tuhan. Hatinya dalam kesedihan luar biasa. Sulit memahami perasaan Daud waktu itu. Mungkin kesedihan hatinya karena dia telah berbuat dosa, atau karena anaknya yang sakit parah.

Para abdi dalem tidak berani mengganggu. Sampai-sampai ketika anak itu meninggal dunia, mereka tidak berani melapor. Pikir mereka: “Kalau masih hidup saja, tuanku Daud begitu bersedih hati dalam berdoa, apalagi kalau nanti tahu anak itu sudah meninggal dunia. Jangan-jangan nanti raja bunuh diri karena kesedihan.” Melihat tingkah laku para abdi dalem, tahulah Daud bahwa anak itu sudah meninggal.

Saat itu, tentu ada kekecewaan besar di hati Daud. Doanya tidak dikabulkan. Anak itu meninggal.

Di antara kita, mungkin ada anak Tuhan yang mengalami pengalaman yang sama, yaitu doanya tidak dikabulkan atau tidak dijawab sesuai permintaan. Di musim pandemi ini, mungkin ada anggota keluarga yang meninggal karena Covid-19. Kita sudah berdoa bahkan berpuasa, lalu setelah mengalami perjuangan berat, akhirnya Tuhan memanggil pulang anakNya. Berbagai perasaan berkecamuk dalam hati. Terjadinya tidak terduga, atau terlalu cepat. Bagaimana kehidupan atau masa depan keluarga nanti?

Atau mungkin ada juga pengusaha yang mengalami kemunduran dalam usaha bisnisnya. Segala cara diusahakan, termasuk berdoa. Sebagai anak Tuhan, pengusaha itu tidak mau melakukan cara-cara yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Dia percaya Tuhan melihat imannya dan akan menolongnya. Tetapi, ternyata doanya tidak dikabulkan Tuhan. Usahanya bangkrut. Atau mungkin ada yang kehilangan pekerjaan, karena perusahaan mengurangi pegawai. Banyak sekali orang dalam kesulitan saat ini.

Bagaimana seharusnya reaksi kita? Sebagai manusia, kita menjadi kecewa, marah, atau mungkin sakit hati kepada Tuhan dan ingin meninggalkan Dia, karena doa kita tidak dikabulkan. Namun, ini reaksi yang salah. Kalau pandemi ini kita anggap sebagai ujian iman, sikap-sikap tadi menunjukkan kegagalan kita.

Memang, tidak mudah menerima keputusan Tuhan yang nampaknya sewenang-wenang ini. Sebenarnya, bukan sewenang-wenang, tetapi bisakah kita percaya dan menerima keputusan Tuhan itu benar, tepat, akurat, tidak salah. Kita tidak tahu alasan Tuhan tidak mengabulkan doa kita, padahal yang lain dikabulkan. Menghadapi pengalaman ini, kita harus mempunyai pegangan dalam Firman Tuhan. Kita perlu mengingat kembali kepada perspektif di atas, yaitu hidup sejati adalah hidup bersama Tuhan, baik di dunia ini atau kalau kita dipanggilnya pulang ke surga. Dengan demikian, kita dapat berkata seperti Paulus berkata: “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Filipi 1:21.

Yang paling utama dalam hidup, bukanlah sukses atau gagal dalam usaha, tetapi apakah kita dapat menerima dengan baik, rela dan ikhlas, apa pun keputusan Tuhan. Dalam pergumulan kita, marilah kita berpegang kepada Firman ini. Kegagalan, kemunduran, dan bahkan kehilangan usaha bisnis kita sekali pun, kalau kita dapat menerima dengan ikhlas/rela sebagai keputusan Tuhan yang tepat, dan tetap percaya bahwa Dia selalu menyertai kita, Dia akan memampukan kita memikulnya dan pada waktunya Dia akan mengangkat kita kembali. Seperti Dia memberkati Ayub, dan mengangkat dia kembali, dari kejatuhannya,  demikianlah Tuhan akan memberkati anda kembali.

Agar kita tidak ber-reaksi salah kepada Tuhan, datanglah kepadaNya, berdoalah, walaupun hatimu galau. Yang anda perlu lakukan adalah menyerahkan diri dan menerima keputusanNya dengan rela/ikhlas. Ini menjadi sumber kekuatan anda yang akan membangkitkan anda kembali.

Seperti Daud, ketika mengetahui anak yang didoakan sudah meninggal, dia menerima keputusan Tuhan dengan rela, lalu dia melanjutkan aktivitasnya kembali sebagai Raja Israel. Jadi, bagi anda yang doanya tidak dikabulkan Tuhan seperti yang diinginkan, serahkanlah dirimu kepada Tuhan, dan terimalah keputusannya dengan ikhlas dan rela. Kemudian, lanjutkan kehidupanmu dengan setia mengikut Tuhan. Setialah kepadaNya, karena Dia pasti setia juga kepada anda. Inilah jalan kemenangan bagi anda dan keluarga, baik untuk sekarang ini maupun masa depanmu.

Sekarang marilah kita melihat contoh yang lain, yaitu Yakub. Kita baca dari  Kejadian 32:22-38. Dia bersalah menipu ayahnya dan kakaknya, karena warisan yang sangat besar. Betapa kekayaan menghancurkan keluarga. Yakub harus melarikan diri, karena kakaknya, Esau, mengancam akan membunuh dia. Dalam pelarian itu, Tuhan tetap memberkati dia, karena dia tetap setia kepada Tuhan.

Ketika Tuhan menyuruh dia pulang kembali ke rumah orang tuanya, dia pasti  bertemu kakaknya, Esau. Ayahnya sudah meninggal dunia. Apakah Esau masih marah dan tetap mau membunuh dia? Dalam ketegangan menghadapi Esau yang didengarnya sedang mendatangi dia dengan membawa 400 orang bersenjata, dan dalam ketakutan karena rasa bersalah, Yakub mencari akal. Dia menyeberangkan semua kambing domba, hamba-hambanya, dan keluarganya. Sementara dia bersendiri di tepi sungai Yabok.

Dalam kesendirian itulah, Tuhan mendatangi dia sebagai satu Pribadi. Yakub mengira Pribadi itu adalah pihak lawan, lalu dia bergumul dengan Pribadi itu. Tetapi Yakub merasa Pribadi ini sangat kuat sekali, seperti bukan manusia biasa. Yakub sempat dipukul pinggulnya, sampai patah. Lalu, Yakub berpikir, “Aku tidak mampu mengalahkan dia. Tetapi, aku akan minta agar dia memberkati aku.” Jadi, Yakub memegang erat lawannya, tidak mau melepaskan Pribadi itu. Kalau tidak bisa mengalahkan Dia, Yakub akan meminta berkatNya. Akhirnya, ketika Pribadi itu minta dilepaskan, Yakub berkata: “Aku tidak akan melepaskan Engkau, sebelum Engkau memberkati aku.”

Against all odds. Ini bukan coba-coba saja, dari pada tidak ada jalan lain. Untung-untungan. Tidak, Yakub sadar, bahwa kalau dia ingin menang atas Esau, kalau dia ingin tetap hidup, dia perlu berkat Tuhan, dia perlu mengandalkan Tuhan. Sudah cukuplah selama ini dia memakai rasionya, akal budinya, yang seringkali licik dan curang. Dia sadar sekarang bahwa rasio atau akal budinya tidak bisa menolong. Jadi dia hanya bisa mengandalkan Tuhan.

Apa yang terjadi selanjutnya? Pribadi itu yaitu malaikat Tuhan bertanya kepada Yakub, “Siapa namamu?” Tentunya Tuhan sudah tahu nama Yakub. Tetapi, Dia ingin jawaban Yakub sebagai suatu pengakuan dari perilakunya yang salah selama ini. Yakub berkata: “Namaku, Yakub, “ yang berarti penipu. Cocok dengan perilakunya selama ini, dia menipu ayahnya dan kakaknya, dan mungkin banyak orang lain lagi ditipunya.

Jawaban Yakub merupakan pengakuan atas kesalahan dan dosanya. Lalu Tuhan memberi nama baru kepadanya, yaitu Israel, sebagai tanda bahwa dia mau diubahkan perilakunya. Israel berarti pemenang.

Yakub menang dalam pergumulan dengan Pribadi itu, karena dia mendapat berkat yang dimintanya. Yakub menang dalam pergumulan dengan dirinya, karena dengan pengakuan dosanya, Yakub diubah oleh Tuhan, dari penipu menjadi pemenang. Yakub menang dalam pertemuan dengan Esau, karena akhirnya dia diterima dengan damai dan hubungannya dengan Esau dipulihkan. Yakub menang dalam pergumulan itu karena sekarang dia tidak mengandalkan kecerdikan akalnya yang licik dan curang, tetapi mengandalkan Tuhan untuk memberkati dia.

Mungkin ada di antara kita yang seperti Yakub, mengandalkan rasio akal pikirannya dalam mengatasi semua masalahnya. Mungkin juga bukan mengandalkan akal pikiran, tetapi mengandalkan kekayaan, jabatan, kekuasaan, keahlian, koneksi, dan lainnya. Mari kita tinggalkan semua itu, kita mengandalkan Tuhan yang melebihi semua hal itu.

Marilah kita simpulkan sikap kedua orang ini. Daud menerima keputusan Tuhan dengan ikhlas dan rela, karena itu yang terbaik. Yakub tidak lagi mengandalkan kemampuan dirinya, tetapi dia mengandalkan Tuhan.

Menghadapi pandemi ini, apakah kita bisa bersikap seperti Daud dan Yakub? Berserah kepada Tuhan dan mengandalkan Tuhan.

Bagi anda yang masih ada pergumulan di dalam dirinya, marilah bersikap ikhlas, rela, berserah diri, dan mengandalkan Tuhan. Saya mendorong anda untuk berpegang kepada Firman Tuhan ini,  yang berkata, “hidup ini untuk Tuhan dan mati adalah keuntungan,” Filipi 1:21.  dan mengandalkan Dia dalam perjalanan hidup kita selanjutnya.

Perkenankan saya menceritakan kisah seorang raja minyak di negara tetangga kita. Selama berpuluh tahun, dia menikmati keuntungan dari keahliannya menjadi makelar minyak. Intuisinya yang tajam membuat dia untung terus dari naik turunnya harga minyak. Dia bisa memiliki simpanan minyak terbesar di dunia. Dia bisa memiliki lebih dari seratus tanker. Harta miliknya dan propertinya sangat banyak. Kekayaannya sudah dalam hitungan triliunan.

Lalu datanglah pandemi ini. Di sini dia salah hitung. Dikiranya pandemi ini akan cepat berlalu. Dia mainkan keahliannya berjual beli minyak. Ternyata, pandemi ini berlangsung lama, lebih dari satu tahun. Kerugian kerugian dalam jumlah besar dia alami dalam bisnisnya. Biaya oprasional tidak dapat ditutup dengan hasil penjualan minyak yang terus turun.

Beberapa kali prediksinya tentang harga minyak salah. Dia harapkan harga minyak naik lagi, tetapi ternyata terus turun sampai US$ 20/barrel. Jumlah ini tidak bisa menutup biaya usahanya. Lalu dia mulai mengutak-atik pembukuan keuangannya. Dia palsukan data-datanya, sampai akhirnya ketahuan pemerintah. Dia ditangkap dan dihukum penjara.

Di sini kita melihat kebenaran Firman Tuhan bahwa hidup adalah seperti uap atau asap yang terlihat sebentar saja, lalu lenyap. Kita tidak bisa mengandalkan kekayaan kita, kekuasaan kita, keahlian kita, jabatan kita, dan lainnya. Semuanya akan cepat berlalu seperti uap. Tapi orang yang hidup bersama Tuhan, yang berserah dengan iman kepada Tuhan apa pun keputusanNya atau yang hidupnya mengandalkan Tuhan, adalah pemenang-pemenang dalam kehidupan ini. Firman Tuhan berkata: “Kita lebih dari pemenang di dalam Tuhan Yesus yang mengasihi kita.” Roma 8:37.

Lantas, bagaimana iman kita menghadapi pandemi ini? Daud menang karena dia berserah kepada Tuhan. Apapun keputusan Tuhan, dia menerima dengan rela/ikhlas. Memang doanya tidak dikabulkan, dan anak itu tetap meninggal dunia, tetapi hatinya dipulihkan.

Yakub menang karena dia mengandalkan Tuhan. Segala berkat datangnya dari Tuhan, dan bukan karena kecerdikan akalnya.

Kalau sikap kita seperti Daud dan Yakub, maka kita akan mendapat kemenangan dalam ujian iman ini. Ikutilah teladan mereka. Berserah kepada Tuhan dengan iman, apapun jawaban yang Tuhan berikan, dan mengandalkan Tuhan untuk menerima berkatNya dalam pergumulan selanjutnya.

Sikap mereka merupakan gambaran dari sikap Tuhan Yesus Kristus. Dia selalu rela/iklhas menerima keputusan Allah Bapanya, bahkan sampai mati di salib. Dan Dia selalu mengandalkan kekuatan dan kuasa Bapa Surgawi. Prinsip hidupNya adalah “Bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mu, yang jadi.”

Bersama Tuhan Yesus, yakinlah anda adalah pemenang dalam ujian iman karena pandemi ini. Tuhan memberkati.

 
Sinode GPPK (Gereja Pelayanan Penyembahan Karismatik)

Baca Juga

 

No comments:

Post a Comment

" Klik! Informasi yang Anda Butuhkan "



"Prakiraan Cuaca Kamis 19 Desember 2024"




"BOFET HARAPAN PERI"

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS