Māvamaññetha pāpassa, na mantaṃ āgamissati. Udabindunipātena, udakumbhopi pūrati; Bālo pūrati pāpassa, thokaṃ thokampi‚ ācinaṃ. Jangan meremehkan kejahatan walaupun kecil, dengan berkata: “Perbuatan jahat tidak akan membawa akibat”. Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang jatuh setetes demi setetes, demikian pula orang bodoh sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kejahatan. (Dhammapada, Syair 121)
Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu kita akan selalu menghadapi persoalan hubungan antar sesama manusia. Di dalamnya tentu tidak selamanya terjalin hubungan yang baik. Ada kalanya timbul persoalan sebagai akibat dari perbuatan atau tindakan yang merugikan.
Manakala ada seseorang yang melakukan perbuatan yang merugikan dan bahkan menyakiti, akan timbul berbagai respon atas perbuatan tersebut. Tidak semua orang dapat menguasai emosinya. Ada yang langsung marah dan melakukan tindakan balas dendam, namun ada pula yang bersikap tenang dalam menghadapinya.
Dalam pandangan agama Buddha, tindakan atau perbuatan yang merugikan orang lain tergolong dalam perbuatan jahat. Sebagaimana ajaran Buddha, bahwa setiap perbuatan yang dilakukan didasari oleh adanya kehendak (cetana). Kehendak atau kemauan untuk berbuat jahat merupakan belenggu yang menghambat perkembangan batin seseorang. Karena itu, ketika menghadapi kondisi yang menyakitkan, tidak perlu berniat membalas agar tidak terbawa suasana negatif yang tidak baik untuk pikiran.
Manusia memang memiliki dua sisi yang berbeda. Dalam diri manusia terdapat sifat-sifat alamiah yang bisa muncul ketika dikendalikan oleh pikiran. Pikiran inilah yang akan menjadi penentu. Baik buruknya perbuatan seseorang sangat dipengaruhi oleh pikiran.
Dhammapada, Yamaka Vagga, syair 1 menjelaskan bahwa pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. Pikiran inilah yang mesti dikendalikan agar tidak timbul kemauan jahat atau byapada.
Byapada jika dibiarkan berkembang akan menjadi sebuah kebiasaan dan akan mengubah karakter seseorang. Lebih dari itu, byapada juga akan menghalangi seseorang dalam meningkatkan kemajuan batin.
Memperhatikan obyek yang menyebabkan timbulnya kebencian, akan menjadi sebab timbulnya byapada. Untuk itu, penting kiranya agar kita tidak terlalu fokus pada obyek yang dapat menimbulkan benih-benih kemauan jahat. Untuk meredam kemauan jahat yang muncul serta menumbuhkan kebijaksanaan, cara yang dapat dilakukan adalah melaksanakan meditasi dengan obyek cinta kasih.
Cinta kasih tersebut memang sebaiknya dikembangkan secara terus-menerus dimulai dari diri sendiri, orang lain hingga semua makhluk. Jika seseorang telah mampu merealisasikan cinta kasih terhadap semua makhluk tanpa kecuali, maka secara otomatis byapada dengan sendirinya akan mengendap dan bahkan lenyap dari diri seseorang.
Lenyapnya kemauan jahat (byapada) berarti batin akan mengalami perkembangan hingga akhirnya mencapai kebahagiaan. Lenyapnya kemauan jahat yang ada dalam diri seseorang bukan saja akan memberikan manfaat bagi kemajuan batin. Jauh dari pada itu, jika setiap manusia mampu menghilangkan kemauan jahat maka hubungan antar manusia akan semakin harmonis, toleransi antar umat manusia akan terjaga dengan baik. Dengan demikian harapan manusia untuk hidup aman, nyaman, dan dapat hidup berdampingan dengan orang lain jelas akan terwujud dengan baik.
Saat ini mungkin kita sedang menghadapi lingkungan yang tidak baik. Tindakan yang dapat kita lakukan adalah mencermati kondisi dengan bijaksana. Hal yang dapat dilakukan adalah tidak membalas atas perbuatan yang merugikan atau menyakitkan yang dilakukan orang lain. Selain itu juga menjaga pikiran agar tidak timbul byapada. Kita harus menyadari bahwa apa yang dilihat adalah apa yang ada dalam pikiran, karena itu adalah cerminan dari pikiran. Lihatlah sesuatu dengan kacamata cinta kasih, maka semua yang terlihat akan diliputi dengan cinta kasih.
Marilah kita senantiasa mengendalikan pikiran agar tidak timbul byapada. Semoga harapan untuk dapat hidup bahagia semakin dekat dengan diri kita.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu kita akan selalu menghadapi persoalan hubungan antar sesama manusia. Di dalamnya tentu tidak selamanya terjalin hubungan yang baik. Ada kalanya timbul persoalan sebagai akibat dari perbuatan atau tindakan yang merugikan.
Manakala ada seseorang yang melakukan perbuatan yang merugikan dan bahkan menyakiti, akan timbul berbagai respon atas perbuatan tersebut. Tidak semua orang dapat menguasai emosinya. Ada yang langsung marah dan melakukan tindakan balas dendam, namun ada pula yang bersikap tenang dalam menghadapinya.
Dalam pandangan agama Buddha, tindakan atau perbuatan yang merugikan orang lain tergolong dalam perbuatan jahat. Sebagaimana ajaran Buddha, bahwa setiap perbuatan yang dilakukan didasari oleh adanya kehendak (cetana). Kehendak atau kemauan untuk berbuat jahat merupakan belenggu yang menghambat perkembangan batin seseorang. Karena itu, ketika menghadapi kondisi yang menyakitkan, tidak perlu berniat membalas agar tidak terbawa suasana negatif yang tidak baik untuk pikiran.
Manusia memang memiliki dua sisi yang berbeda. Dalam diri manusia terdapat sifat-sifat alamiah yang bisa muncul ketika dikendalikan oleh pikiran. Pikiran inilah yang akan menjadi penentu. Baik buruknya perbuatan seseorang sangat dipengaruhi oleh pikiran.
Dhammapada, Yamaka Vagga, syair 1 menjelaskan bahwa pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. Pikiran inilah yang mesti dikendalikan agar tidak timbul kemauan jahat atau byapada.
Byapada jika dibiarkan berkembang akan menjadi sebuah kebiasaan dan akan mengubah karakter seseorang. Lebih dari itu, byapada juga akan menghalangi seseorang dalam meningkatkan kemajuan batin.
Memperhatikan obyek yang menyebabkan timbulnya kebencian, akan menjadi sebab timbulnya byapada. Untuk itu, penting kiranya agar kita tidak terlalu fokus pada obyek yang dapat menimbulkan benih-benih kemauan jahat. Untuk meredam kemauan jahat yang muncul serta menumbuhkan kebijaksanaan, cara yang dapat dilakukan adalah melaksanakan meditasi dengan obyek cinta kasih.
Cinta kasih tersebut memang sebaiknya dikembangkan secara terus-menerus dimulai dari diri sendiri, orang lain hingga semua makhluk. Jika seseorang telah mampu merealisasikan cinta kasih terhadap semua makhluk tanpa kecuali, maka secara otomatis byapada dengan sendirinya akan mengendap dan bahkan lenyap dari diri seseorang.
Lenyapnya kemauan jahat (byapada) berarti batin akan mengalami perkembangan hingga akhirnya mencapai kebahagiaan. Lenyapnya kemauan jahat yang ada dalam diri seseorang bukan saja akan memberikan manfaat bagi kemajuan batin. Jauh dari pada itu, jika setiap manusia mampu menghilangkan kemauan jahat maka hubungan antar manusia akan semakin harmonis, toleransi antar umat manusia akan terjaga dengan baik. Dengan demikian harapan manusia untuk hidup aman, nyaman, dan dapat hidup berdampingan dengan orang lain jelas akan terwujud dengan baik.
Saat ini mungkin kita sedang menghadapi lingkungan yang tidak baik. Tindakan yang dapat kita lakukan adalah mencermati kondisi dengan bijaksana. Hal yang dapat dilakukan adalah tidak membalas atas perbuatan yang merugikan atau menyakitkan yang dilakukan orang lain. Selain itu juga menjaga pikiran agar tidak timbul byapada. Kita harus menyadari bahwa apa yang dilihat adalah apa yang ada dalam pikiran, karena itu adalah cerminan dari pikiran. Lihatlah sesuatu dengan kacamata cinta kasih, maka semua yang terlihat akan diliputi dengan cinta kasih.
Marilah kita senantiasa mengendalikan pikiran agar tidak timbul byapada. Semoga harapan untuk dapat hidup bahagia semakin dekat dengan diri kita.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
No comments:
Post a Comment