Dalam interaksi dengan sesame, ada ungkapan bernada sumbang “sok akrab sok kenal”. Ungkapan ini biasanya dialamatkan kepada mereka yang ketika berjumpa langsung memiliki chemistry, dekat, dan akrab, seperti teman lama yang sudah saling mengenal. Atau juga ditujukan kepada mereka yang hanya mengetahui kulit luar tentang seseorang, namun tidak kenal di dalamnya. Lebih jauh lagi ditujukan kepada orang yang sebatas tahu tapi sesungguhnya tidak mengenal sama sekali.
Injil hari ini, melalui pertanyaan Yesus tentang siapakah diri-Nya, salah satunya ingin menyibak realitas kenal mengenal ini.
Di kota Kaisarea Filipi, kota yang terletak di bawah kaki gunung Hermon yang dipenuhi dengan pemujaan Dewa-dewi, Yesus bertanya pada para murid: “Kata orang, siapakah Aku ini?” Setelah mendengar pengakuan orang-orang tentang Yesus yang di-sharing-kan para murid, Yesus pun bertanya kepada para murid: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?"
Pertanyaan ini hendak menggali sejauh mana pengalaman kebersamaan-Nya dengan para murid, mengantar mereka untuk sungguh mengenal Tuhan. Dengan kata lain, pertanyaan ini memperlihatkan seberapa dalam pengenalan para murid akan Yesus yang selama ini mereka ikuti. Lebih lanjut pertanyaan tersebut menggugat, apakah para murid yang mengikuti, sungguh-sungguh mengenal Yesus?
Segera setelah Yesus melontarkan pertanyaan tersebut, tampilah Simon Petrus dengan lantang menjawab: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Suatu jawaban yang sungguh tepat menyingkap identitas Yesus sesungguhnya. Namun, sayangnya saat Yesus menjelaskan bahwa Mesias harus menderita, ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh, dan bangkit sesudah tiga hari.
Petrus pun menunjukkan kesalahpahamannya tentang kemesiasan Yesus. Sehingga Yesus tegas menegurnya: "Enyahlah iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia".
Bagi kita, kiranya pertanyaan Yesus kepada para murid juga merupakan pertanyaan yang ditujukan kepada kita yang karena pembaptisan telah menjadi murid dan pribadi yang mengenal Tuhan Yesus. Apakah kita akan lantang dan tepat seperti Petrus menjawab pertanyaan Yesus karena inspirasi Roh Allah? Ataukah kita juga seperti Petrus yang salah sangka dan “sok kenal” tentang kemesiasan Yesus? Semisal menguasai pengetahuan tentang Yesus tapi gagal mengenali kedalaman hatinya: gagal menghidupi semangat hidup Tuhan Yesus yang berbela rasa dengan lebih mengutamakan kepentingan diri; gagal memancarkan wajah Yesus yang pengampun dengan sikap enggan memberi maaf dan membiarkan dendam kesumat bertumbuh; gagal menghidupi Yesus yang mencintai penuh pengorbanan dengan cinta sarat pamrih? Dalam konteks tempat kita berkarya: sejauh mana kehadiran kita melalui pelaksanaan tupoksi yang dipercayakan sungguh dihidupi dengan inspirasi nilai-nilai kekatolikan?
Jika demikian track record-nya, Petrus dapat memberi inspirasi bagi kita. Perjalanan iman dan pemuridan Petrus memang tidaklah mulus. Ia pernah kurang percaya dan bimbang pada Tuhan dalam peristiwa berjalan di atas air. Ia pernah salah sangka dengan kemesiasan Yesus seperti pada Injil hari ini, juga ia pernah menyangkal Yesus tiga kali. Tetapi yang menarik pasca kebangkitan Yesus, ada perubahan yang signifikan dalam pribadi Petrus hingga pada akhirnya menjadi martir/pembela iman.
Karena kerapuhan insani, perjalanan iman dan pemuridan Petrus kiranya menjadi perjalanan kita. Yang terpenting seperti Petrus adalah metanoia/pertobatan yang terus menerus. Kalau jatuh, tidak lupa bangun untuk berbenah. Kalau gagal, tak lupa mencoba untuk berjuang lagi. Janganlah menjadi murid yang sok dekat sok kenal, tetapi jadilah murid yang terus menerus berefleksi sejauh mana telah mengenal dan memancarkan wajah Kristus dalam hidup.
Karenanya, di balik keterbatasan dan kelemahan hidup, hendaknya kita belajar dari Petrus yang menyadari bahwa ia pernah bimbang, ia pernah ragu, bahkan ia pernah menyangkal, tetapi ia mau berbenah dan akhirnya mampu mengikuti Yesus dengan kesetiaan yang sempurna dan mengasihi Yesus dengan kasih sungguh-sungguh.
Mari kita berjuang seperti Petrus untuk merefleksikan hidup: merefleksikan perjuangan, pelayanan, dan pengabdian di mana pun kita berada dan berkarya. Jangan berpuas diri dengan hasil yang diraih, tetapi selalu berbenah agar hidup kita sungguh mencerminkan hidup seorang murid yang berbuah karena setia mengikuti dan sungguh mengenal Sang Guru bukan “sok kenal”! Semoga.
Robertus Billarminus I Made Suryanta (Pembimas Katolik Provinsi Bali)
No comments:
Post a Comment