Pdt. Mesinia Telaumbanua, M.Th (Bendahara Sinode Gereja Eleos Indonesia dan Dosen [Kabag LP2M] Sekolah Tinggi Teologi Salem)
Leonardo da Vinci salah seorang pelukis terkenal di dunia. Dia menghasilkan berbagai karya lukis terkenal yang sangat menakjubkan banyak orang. Di antara sejumlah karyanya itu, ada yang menjadi Masterpiece (mahakarya) Leonardo da Vinci, yaitu lukisan Mona Lisa yang dikerjakan sekitar tahun 1503-1519. Di mana lukisan Mona Lisa disebut, di situ juga nama Leonardo da Vinci disebut. Leonardo da Vinci sangat identik dengan lukisan Mona Lisa.
Dikatakan, lukisan Mona Lisa dilukis dengan hati-hati, penuh ketelitian, dan mengungkapkan kesabaran tanpa lelah dari si pelukis, Leonardo. Itulah Masterpiece Leonardo da Vinci. Pernahkah berpikir mengenai Masterpiece Allah?
Masterpiece Allah adalah manusia. Ini bukan tanpa alasan. Manusia disebut sebagai “Masterpiece" Allah karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Dalam Kejadian 1:26-28, Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Manusia memang berasal dari debu tanah (Kej. 2:7), bukan dari emas, berlian, baja atau besi yang kuat. Hal ini memberi arti bahwa manusia itu rapuh dan hina. Penyakit, kematian membuat manusia bagai uap yang sebentar ada dan sebentar lenyap, sekarang ada dan besok sudah lenyap (Yak. 4:14). Namun yang perlu diperhatikan bahwa manusia yang berasal dari debu tanah itu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah memberi arti bahwa manusia itu mengindikasikan Allah. Dalam diri manusia ada indikasi Allah. Manusia merupakan suatu representasi Allah; dia merepresentasikan Allah dan menyerupai Allah dalam hal-hal tertentu. Jadi kita ini adalah gambar dan rupa Allah yang merepresentasikan Allah dan menyerupai Allah dalam hal-hal tertentu.
Kita ini Masterpiece Allah, kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, kita merepresentasikan Allah. Ada banyak yang diciptakan oleh Allah, namun ciptaan-ciptaan itu tidak diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Di antara banyak hal, kita melihat beberapa aspek dari gambar dan rupa Allah yang dimiliki oleh manusia sebagai Masterpiece Allah.
Memiliki Kuasa
Dalam Kejadian 1:26, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas . . . .” Ini adalah kisah penciptaan manusia pertama, di mana manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah itu, oleh Allah sendiri memberi bagi mereka kuasa untuk berkuasa atas ciptaan Allah yang lain.
Allah kita adalah Allah yang mahakuasa, Dia memiliki kuasa tertinggi, segala kuasa dan penguasa takluk kepada-Nya dan kekuasaan-Nya untuk selamanya. Dialah yang memberikan kuasa itu kepada manusia (Mzm. 8:7-9). Maka kuasa yang dimiliki oleh manusia itu berasal dari Allah dan bukan dari diri mereka.
Maka tidak heran bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menaklukan ciptaan Tuhan yang lain, mengatur dan mengelola alam. Jadi kuasa yang kita miliki merupakan perwujudan bahwa kita ini adalah gambar dan rupa Allah. Oleh karena itu, seharusnya kita memakai kuasa yang ada dalam diri kita demi kebaikan ciptaan Allah yang lain, kita memakai kuasa yang kita miliki bagi keharmonisan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan ciptaan yang lain dan bagi keseimbangan kehidupan di semesta ini.
Hidup dalam Kasih
Pada penciptaan, Allah tidak hanya menciptakan satu orang, tetapi Dia menciptakan laki-laki dan perempuan (Kej. 1:26-28). Penekanan keserupaan manusia dengan Allah dalam bagian ini, bukan dalam hal fisik, melainkan lebih kepada keberadaan Allah yang adalah Kasih. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, mereka hidup di dalam kasih dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita lihat bagaimana manusia sebagai gambar dan rupa Allah itu diwujudkan melalui kehidupan yang mengasihi dan saling melengkapi itu. Inilah yang dipraktekkan oleh jemaat mula-mula (Kis.2:41-47). Mereka hidup di dalam kasih, saling melengkapi, saling menopang dan saling menguatkan, sehingga mereka menjadi suatu komunitas yang penuh kekuatan dan sukacita. Persekutuan juga terjadi di antara mereka, baik secara horizontal (antara manusia dengan sesama), maupun secara vertikal (antara manusia dengan Allah).
Jadi di dalam kehidupan kita, Tuhan menghendaki supaya kita hidup di dalam kasih dan bukan dalam kebencian; hidup saling menopang dan bukan saling menjatuhkan; hidup dalam persekutuan dan bukan dalam perseteruan. Sebagai gambar dan rupa Allah, Tuhan ingin supaya kita hidup di dalam kasih karena Allah itu adalah kasih.
Hidup Bertanggung Jawab
Allah kita, Allah yang bertanggung jawab. Dia menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, dan Dia terus memelihara ciptaan-Nya itu. Mazmur 121, 124:8 dan di beberapa bagian lain di Alkitab menjelaskan hal tersebut. Pemeliharaan Allah (Providentia Dei) inilah yang menjadi keyakinan kita bahwa Allah selalu memelihara dan menjaga ciptaan-Nya termasuk juga dengan kita. Dia memelihara dan menjaga kita dengan sempurna.
Allah kita, Allah yang penuh tanggung jawab atas kebaikan dan keberlangsungan ciptaan-Nya dan keberlangsungan hidup kita. Hidup bertanggung jawab inilah salah satu aspek keserupaan manusia dengan Allah sebagai ciptaan yang segambar dan serupa dengan Allah. Allah memberi tanggung jawab kepada manusia untuk memelihara kehidupan di bumi dengan memenuhi bumi dan menaklukannya atau sering disebut “Mandat Budaya”.
Kita sebagai gambar dan rupa Allah bertanggung jawab memelihara keberlangsungan kehidupan di bumi. Itulah sebabnya kita harus bekerja, menjaga dan memelihara keharmonisan hidup serta menjaga alam kita. Hal tersebut kita lakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan kita, bukan juga hanya karena panggilan kemanusiaan, tetapi sebagai tanggung jawab kita kepada Allah sang pemberi mandat itu.
Mulia dan Berkarakter
Tidak diragukan lagi bahwa di antara semua ciptaan, manusia adalah ciptaan mulia. Keadaan ini dengan terus terang diungkapkan oleh pemazmur: Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat (Mzm. 8:6). Jadi dari penciptaan, Allah menciptakan manusia dan memahkotai mereka dengan kemuliaan dan hormat. Jadi kita ini makhluk mulia dan terhormat.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, di antaranya: Kita dapat berelasi dengan Allah (manusia dapat memiliki persekutuan dengan Allah); kita memiliki kuasa yang dibuktikan dengan kemampuan untuk mengatur, menaklukakan atau memerintahkan; dan dalam hal karakter, manusia memiliki kasih, belas kasihan, kebaikan, sabar, mengampuni, rela berkorban dan lainnya. Ini semua keistimewaan yang diberikan kepada manusia, yang mana ciptaan lain tidak memilikinya.
Sebagai ciptaan mulia, Tuhan ingin supaya kita merefleksikan hal tersebut di dalam hubungan kita dengan Dia dan juga dalam hubungan kita dengan sesama. Kita perlu hidup di dalam persekutuan dengan Allah melalui doa, ibadah, kecintaan pada firman-Nya (membaca dan merenungkan firman Tuhan). Melalui itu akan terbangun persekutuan yang indah dengan Tuhan yang nantinya akan berimbas pada relasi kita dengan sesama.
Sebagai ciptaan mulia, Tuhan memberikan kuasa kepada kita, maka penting memakai kuasa itu dengan baik dan benar di bawah takut akan Tuhan, sehingga kuasa itu mendatangkan kebaikan, keadilan dan keharmonisan dalam hubungan kita dengan sesama dan juga alam.
Melalui kuasa yang diberikan kepada orang percaya, dunia melihat kuasa Allah yang benar dan adil. Dalam hal karakter, kita sebagai ciptaan mulia, yang di dalam kita ada karakter ilahi, maka sepatutnya kita merefleksikan karakter tersebut di dalam hubungan kita yang saling mengasihi, berbelas kasihan, hidup dalam kebaikan, sabar satu terhadap yang lain, mengampuni sesama, rela berkorban dan saling membangun di dalam kasih.
Sebagai Masterpiece Allah, janganlah menyia-nyiakan diri dan anugerah Tuhan di dalam hidup kita. Sebagai Masterpiece Allah, biarlah kita menjadi kebanggaan Allah karena kita merepresentasikan Dia dalam kuasa yang diberikan dan dipercayakan bagi kita. Sebagai Masterpiece Allah, marilah kita hidup di dalam kasih karena Allah kita adalah kasih. Kiranya kita terus mewujudkan karakter yang baik yang mencerminkan Allah kita, hidup dalam persekutuan dengan Dia dan harmonis dengan sesama, sehingga dunia dapat melihat kasih dan kemuliaan Allah di dalam diri kita dan mereka memuliakan dan mengasihi Allah.
Pdt. Mesinia Telaumbanua, M.Th (Bendahara Sinode Gereja Eleos Indonesia dan Dosen [Kabag LP2M] Sekolah Tinggi Teologi Salem)
No comments:
Post a Comment