Puasa merupakan salah satu ritual atau ibadah keagamaan yang senantiasa dilaksanakan oleh seluruh pemeluk agama di dunia sejak umat-umat terdahulu hingga sekarang. Puasa merupakan salah satu bentuk ritus agama yang dapat meningkatkan kualitas spiritual manusia dan sebagai wahana penyucian diri guna mendekatkan diri kepada Tuhan, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada kitab suci masing-masing.
Puasa dalam masing-masing agama mempunyai konsep yang berbeda-beda, begitu juga puasa yang terdapat dalam agama Kristen. Namun, yang perlu dipahami ialah bagaimana umat beragama mampu memahami, menyadari, dan menghargai makna-makna fundamental yang terkandung di dalamnya bukan terjebak pada ranah formalitasnya.
Puasa dalam Perjanjian Lama berasal dari bahasa Ibrani tsum, tsom dan ‘inna nafsyô yang secara harfiah berarti merendahkan diri dengan berpuasa. Sedang dalam Perjanjian Baru, puasa berasal dari bahasa Yunani nêsteuô (tidak makan), nêsteia, dan nêstis. Dalam Alkitab surat Kisah Para Rasul (27: 21, 33) kata asitia dan asistos digunakan (Douglas (ed.), 2008: 280).
Puasa adalah tindakan sukarela berpantang sama sekali atau sebagian dari makanan dan atau minuman, baik untuk tujuan keagamaan ataupun untuk tujuan lain (Heuken, 1994: 52), misal sebagai ungkapan duka cita dan penderitaan, kesedihan atau dosa, serta ingin merenungkan hal-hal yang suci (Sismono, 2010: 76).
Puasa dalam Alkitab pada umumnya berarti tidak makan dan tidak minum selama waktu tertentu (misalnya Est 4: 16), tidak selalu menjauhkan diri dari makanan tertentu (Douglas (ed.), 2008: 280). Berpuasa juga tidak dilakukan secara musiman (Agung, 2003: 3).
Dasar Hukum Puasa
Dalam Alkitab terdapat pernyataan bahwa puasa merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan oleh setiap orang Kristen selain memberi/zakat dan berdoa. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Franklin (2009: 11) bahwa selama bertahun-tahun ketika Yesus tinggal di bumi, Yesus meluangkan waktu untuk mengajar para muridnya tentang prinsip-prinsip kerajaan Tuhan, prinsip-prinsip yang konflik dengan prinsip-prinsip duniawi.
Dalam khotbah di bukit, yakni khotbah Yesus yang paling terkenal yang diucapkan dengan duduk (Bleeker, 1995: 77) secara khusus dalam Matius 6, Yesus memberikan pola bagaimana manusia hidup sebagaimana anak-anak Tuhan. Pola tersebut menurut Franklin (2009: 11) merupakan tiga kewajiban khusus bagi seorang Kristen, yakni bersedakah (Mat 6:1-4), berdoa (Mat 6: 5-6), dan berpuasa (Mat 6: 16-18).
Dalam hal berpuasa, Mat 6:16-18 menyebutkan, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang Munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”
Dalam melaksanakan ajaran-ajaran di atas (memberi, berdoa dan puasa), selayaknya tidak dijadikan pameran kesalehan, namun harus dijadikan urusan batin semata-mata. Maksudnya, biarlah Tuhan saja yang tahu akan pemberian kita, doa kita, dan puasa kita. Semua ini dipergunakan untuk lebih memperdalam perintah dalam Alkitab bahwa pelaksanaan sebuah ajaran tidak cukup sebagai ritus semata-mata, namun harus dimaknai dan dihayati dengan hati yang tulus.
Yesus sendiri berpuasa sebanyak dua kali dalam satu minggu dan membayar zakat sebanyak sepersepuluh dari pendapatannya. Sebagaimana yang dicantumkan dalam Alkitab (Luk 18: 12): “Aku puasa dua kali seminggu dan Aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.”
Yesus menjelaskan bahwa puasa, sama seperti memberi dan berdoa, merupakan bagian yang normal dari kehidupan Kristen. Perhatian yang diberikan pada puasa seharusnya sama besarnya dengan perhatian yang diberikan pada hal memberi dan berdoa (Franklin, 2009:11). Sebagaimana yang tercantum dalam Alkitab “Dan bilamana seorang dapat dikalahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tiga tali lembar tak mudah diputuskan” (Pkh 4: 12). Yang dimaksud tiga tali lembar di sini yakni memberi, berdoa, dan berpuasa.
====
Tulisan ini merupakan rangkuman dari penelitian yang dilakukan oleh M. Darojat Ariyanto, Abdullah Mahmud, Tri Yuliana Wijayanti berjudul "Konsep Puasa dalam Agama Protestan"
No comments:
Post a Comment