Mettañca sabba-lokasmim
mānasam-bhāvaye aparimānaṁ,
uddhaṁ adho ca tiriyañca
asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ.
Kasih sayangnya ke segenap alam semesta,
dipancarkannya pikirannya tanpa batas,
ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling tanpa rintangan,
tanpa benci dan permusuhan.
(Metta Sutta – Sutta Nipata)
Hidup damai di tengah keberagaman menjadi kebutuhan setiap orang. Bukan hanya manusia, setiap makhluk tentu menginginkan kehidupan yang penuh kedamaian. Sebagian besar mendambakan adanya hubungan kehidupan yang harmonis satu sama lain. Namun, jika kita melihat akhir-akhir ini, peristiwa kekerasan dengan dalih perbedaan identitas menjadi hal yang mudah ditemui. Bukan hanya kekerasan secara fisik atau langsung, namun kekerasan verbal juga marak terjadi melalui ranah digital. Ujaran kebencian ataupun tulisan-tulisan kasar rasanya menjadi hal yang mudah untuk ditemukan saat ini.
Dalam ajaran Buddha, metta yang memiliki arti cinta kasih tanpa batas merupakan dasar atau pondasi untuk mewujudkan kerukunan dan kedamaian. Dalam Saraniya Dhamma Sutta (Sutta Pitaka, Anguttara Nikaya, Chakka Nipata, Saraniya Vagga, Saraniyadhamma Sutta (AN 6. 12)) disebutkan ada 6 (enam) hal yang membawa pada kerukunan. Enam hal tersebut adalah (1) mettakaya kamma yang berarti menyebarkan cinta kasih melalui perbuatan, (2) mettavaci kamma yang artinya menyebarkan cinta kasih melalui ucapan, (3) mettamano kamma yang merupakan menyebarkan cinta kasih dari pikiran, (4) sadharanaboghi yang berarti selalu berbagi pada sesama, (5) silasamannata yang artinya menjalankan kehidupan bermoral, dan (6) ditthisamannata yang artinya memiliki pedoman pandangan benar yang sama.
Dalam Saraniya Dhamma Sutta dijelaskan bahwa hendaknya perbuatan, ucapan maupun pikiran dilandasi dengan cinta kasih. Cinta kasih ini diberikan kepada semua yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan suku, agama, maupun ras dan golongan. Cinta kasih inilah yang membuat satu sama lain bisa saling menghormati, saling menopang, serta saling menolong, sehingga kedamaian dapat tercipta dalam hidup berdampingan. Cinta kasih yang disebarkan tidak tersekat dan terbatas hanya kepada orang tertentu saja yang berdasarkan kesukaan atau kepentingan tertentu. Namun hendaknya cinta kasih ini diberikan kepada semuanya tanpa batas, bukan hanya semua manusia tetapi lebih luas, yaitu kepada semua makhluk.
Pada dasarnya, cinta kasih adalah kebutuhan setiap orang bahkan setiap makhluk. Tidak ada satu pun yang ingin hidup dalam suasana pertikaian ataupun kekerasan. Perbuatan buruk, ucapan kasar, maupun pikiran negatif yang dibiarkan terus berkembang akan membuat berkembangnya energi negatif yang mengganggu keharmonisan ataupun keselarasan dalam kehidupan.
Implementasi cinta kasih tanpa batas bisa dilakukan dengan mencoba memposisikan diri kita dalam posisi orang atau makhluk lain. Jika kita tidak mau menderita karena dibenci, maka yang lain juga tentu tidak ingin merasakan hal yang sama. Dengan demikian, kita dapat mengurangi rasa kebencian, mengatasi sikap ingin menang sendiri, ataupun menghindari sikap amarah yang memicu perbuatan buruk terhadap makhluk lain. Hal ini sejalan dengan ajaran Buddha dalam Karaniya Metta Sutta bait ke 6, yang menyebutkan:
byārosanā patīgha-saññā
nāñña-maññassa dukkham-iccheyya,
Artinya:
jangan karena marah dan benci,
mengharap yang lain celaka.
Hendaknya kita sebagai umat Buddha bisa mengambil bagian dalam menciptakan kedamaian dengan terus menjadi agen yang menyebarkan cinta kasih tanpa batas. Sesuai dengan ajaran Buddha berikut:
“susukham vata jivama
verinesu averino,
verinesi manussesu
viharama averino”
sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci
di antara orang-orang yang membenci
di antara orang-orang yang membenci
kita hidup tanpa benci
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia
Catur Widyaningsih, S.Pd.B. (Penyuluh Agama Buddha PNS - Kankemenag Kota Cirebon, Prov. Jawa Barat)
No comments:
Post a Comment