JAKARTA.BM- Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Teguh Setyabudi dan Dirjen Bina Pembangunan Desa (Pemdes) Eko Prasetyanto Purnomo Putro memaparkan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian para penjabat (Pj.) kepala daerah. Hal itu diungkapkan keduanya saat menjadi narasumber dalam panel kedua Rapat Koordinasi (Rakor) Penjabat Kepala Daerah yang dilaksanakan di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Dalam kesempatan itu, Teguh menjelaskan terkait pelayanan Dukcapil. Dia mengatakan, urusan administrasi kependudukan (Adminduk) meski bukan jenis pelayanan dasar, tetapi menjadi dasar dari semua pelayanan publik. Apalagi pada zaman yang serba digital, data dari Dukcapil menjadi tulang punggung (backbone) dalam penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
"Kalau berbicara terkait layanan Dukcapil, itu tidak hanya sekadar KTP-el, ada 24 layanan induk, Adminduk. Ibaratnya dari orang lahir, mengalami kehidupan, sampai orang meninggal, di situlah ada pelayanan Adminduk," katanya.
Dia mengungkapkan, data kependudukan tak hanya menjadi basis data dari pelayanan publik, tetapi juga digunakan dalam perencanaan pembangunan. Sebab penduduk merupakan variabel dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) dan alokasi anggaran, termasuk pemilu/pilkada, penegakan hukum, maupun pencegahan kriminal.
Layanan kependudukan itu dipermudah dengan adanya Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) yang bisa digunakan untuk pelayanan Dukcapil termasuk mencetak kartu, seperti Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Identitas Anak (KIA). Kemudian, inovasi terbaru yang tengah dikembangkan oleh pemerintah yaitu Identitas Kependudukan Digital (IKD), yang hanya dengan satu klik akan terhubung ke berbagai jenis layanan publik.
"Kami harapkan, untuk semua jajaran ASN paling tidak pertama-tama harus sudah pakai ID digital. Tidak seketika akan menggantikan peran KTP secara konvensional, tapi ini nanti ke depan semuanya akan berbasis IKD," ujarnya.
Di sisi lain, Dirjen Bina Pembangunan Desa (Pemdes) Eko Prasetyanto Purnomo Putro menjelaskan, saat ini terjadi peningkatan jumlah desa di Indonesia, yakni sebanyak 75.265 desa. Dia melanjutkan, isu strategis yang bermunculan di pemerintahan desa saat ini di antaranya terkait dengan masalah kelembagaan. Saat ini ada dua lembaga yang mengampu desa, yaitu Kemendagri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
"Saya berharap Bapak dan Ibu, kita benar-benar memahami mengenai PP 47/2015, di sini sudah dijelaskan seperti apa (dan) berbuat apa. Artinya, ini sebenarnya tidak menjadi persoalan bagi kita, kalau kita memahami PP 47 Tahun 2015," katanya.
Berdasarkan regulasi tersebut, meskipun di lapangan ada yang tumpang tindih (overlapping) antara kewenangan Kemendagri dan Kemendes PDTT, maka batasannya bisa dipahami dalam PP Nomor 47 Tahun 2015. Dengan regulasi itu, aparatur desa tahu apa yang perlu dilakukan.
Isu strategis berikutnya, lanjut Eko, terkait dengan pengelolaan keuangan. Saat ini ada tujuh sumber pendapatan di pemerintahan desa, terdiri dari PADes (Pendapatan Asli Desa), Dana Desa, pajak daerah dan restribusi, Alokasi Dana Desa (ADD), bantuan dari provinsi atau kabupaten/kota, hibah, dan pendapatan lain yang sah.
"Kita perlu evaluasi, kalau kita perhatikan, yang menjadi persoalan saat ini, isu saat ini adalah kecilnya PADes. Ini harus menjadi perhatian kita semua. Bagaimana mungkin PAD kita akan meningkat di daerah kalau PADes-nya kecil juga," ungkapnya.
Pihaknya berharap, para Pj. kepala daerah bisa mencari cara dan melakukan inovasi dalam peningkatan PADes, sehingga Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) dapat berjalan dengan baik.
Baca Juga
#Gan | Rel
No comments:
Post a Comment