Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Kita mungkin pernah mendengar atau membaca kisah dari seorang tokoh Afrika Selatan, yakni Nelson Mandela. Ketika Nelson Mandela dipenjara selama 27 tahun oleh lawan politiknya, ia mengalami berbagai siksaan dari seorang sipir penjara. Siksaan itu seperti digantung dengan kepala terbalik, dikencingi, dan sebagainya. Hingga akhirnya ia keluar dari penjara dan menjadi Presiden Afrika Selatan.
Mandela tidak pernah dendam, bahkan memaafkan sipir yang menganiayanya. Mandela merangkul dan berkata kepada sipir itu “Hal pertama yang ingin kulakukan ketika menjadi presiden adalah memaafkanmu.”
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Injil hari ini mengisahkan tentang pengampunan. Menurut Petrus, pengampunan atau mengampuni sesama dapat dihitung secara matematis. Ada batasnya. Petrus mungkin mengalami situasi di mana sering bergumul apakah harus terus menerus memaafkan.
Namun, bagi Yesus, mengampuni sesama itu tak terbatas seperti kasih Allah yang begitu besar kepada manusia meskipun manusia berkali-kali berbuat dosa. Kata Yesus: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Matius 18:22). Dengan ini Yesus mau menegaskan bahwa pengampunan tanpa batas berarti yang diampuni harus siap mengampuni sesamanya, dan yang sudah menerima pengampunan harus mengampuni sesamanya yang lain (bdk. Matius 18:33).
Mengampuni adalah keputusan hati, pikiran, dan sikap yang membebaskan diri dari rasa benci, dendam, dan sakit yang membelenggu hati serta pikiran akibat disakiti, dikhianati, dan dilukai. Bagi kita orang beriman, Yesus Kristus adalah model pengampunan yang sempurna.
Definisi mengampuni di atas sudah ditunjukkan Yesus sendiri. Ia yang disiksa, dipaku dan tergantung hingga wafat di salib, tetap mengampuni meraka yang berbuat jahat kepada-Nya.
Ada sejumlah pesan Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Pertama, Kristus yang menjadi model pengampunan mengajak kita umat-Nya untuk saling mengampuni. ‘Saling’ mengampuni berarti harus menyebarkan visi dan tindakan pengampunan itu bagi sesama yang lain. Tidak boleh berhenti pada satu dua orang saja, apalagi pada diri kita yang adalah murid-Nya.
Kedua, mengampuni sesama tanpa harus ada syarat, tanpa tuntutan, dan tanpa menuntut ganti rugi (bdk. Matius 18:32). Itulah pengampunan sejati. Jika kita tidak bersikap demikian, kesalahan orang lain dan rasa benci, dendam, marah yang ada dalam diri kita telah menggeser Tuhan yang menjadi prioritas dan sentral hidup kita.
Ketiga, mengampuni sesama memang tidak dapat mengubah apa yang sudah terjadi di masa lalu, namun akan melapangkan jalan orang beriman ke masa depan. Kebencian dan sikap tidak mau mengampuni sebenarnya sedang menutup jalan untuk masa depan kita sendiri, bahkan menutup pintu berkah.
Inilah yang ditunjukkan seorang Nelson Mandela kepada kita yang ingin belajar untuk saling mengampuni sesama. Mengampuni bukan persoalan perhitungan matematis, melainkan pengampunan mempunyai nilai eskatologis. Pengampunan diberikan hari ini, berkah surgawi diperoleh kemudian hari.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Manusia dan dosa seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Akibat dosa, manusia dapat dicampakkan dalam penghinaan. Namun berkat pengampunan yang diberikan Allah menjadikan manusia kembali ke pangkuan-Nya.
Kisah Injil hari ini dan juga sepenggal kisah Nelson Mandela mengajarkan kita bagaimana membalas kejahatan dengan kebaikan, kebencian dengan kasih. Semoga pengampunan yang telah kita berikan kepada sesama menjadi jalan dan berkah surgawi kelak. Amin.
Patricius Kanisius Nikolaus (Pembimbing Masyarakat Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Utara)
No comments:
Post a Comment