Mengetahui yang penting sebagai yang penting,dan yang tidak penting sebagai yang tidak penting,mereka yang berpikiran benar,akan menemukan kebenaran.(Dhammapada, I:12)
Umat Buddha menjadikan Dhamma sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Saat ini masyarakat dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Perkembangan teknologi dapat memberikan efisiensi dan efektifitas apabila dimanfaatkan secara positif. Pemanfaatan teknologi yang tidak terkendali dapat berdampak negatif, sehingga penggunaannya harus disertai dengan kebijaksanaan.
Penipuan atau phising merupakan contoh kejahatan yang banyak terjadi akibat pemanfaatan teknologi yang tidak bijak. Penipuan dapat berupa data pribadi atau material berupa uang korban. Kejahatan ini menjadi ancaman, karena menimbulkan kerugian serta keresahan bagi masyarakat. Penipuan yang saat ini berkembang di masyarakat bertentangan dengan Dhamma. Pelaku tidak memiliki Hiri dan Ottapa yaitu rasa malu untuk melakukan kejahatan dan rasa takut akan akibat perbuatan jahat. Seseorang yang tidak menginternalisasikan Hiri dan Ottapa akan cenderung bersikap semaunya, karena tidak memiliki batasan dalam berperilaku.
Upaya dalam menjaga kelestarian Dhamma dapat dilakukan umat Buddha dengan memberikan kesan kebaikan universal kepada siapapun. Kebaikan dapat dilakukan melalui pikiran, ucapan, dan tindakan. Pikiran merupakan faktor utama atau pelopor bagi seseorang. Pikiran yang positif akan berdampak baik, begitu sebalikanya. Agama Buddha mengajarkan untuk selalu melatih dan menjaga kewaspadaan pikiran, agar seseorang dapat berpikir jernih sebelum bertindak.
Ucapan benar adalah ucapan yang bermanfaat serta tidak melukai orang lain. Perkataan atau ucapan yang tidak benar diibaratkan seperti goresan hitam di kertas putih, walaupun sudah dihapus tetap meninggalkan bekas. Sebagai contoh, apabila seseorang melakukan kebohongan, walaupun sudah meminta maaf, tetapi orang tidak akan mudah percaya lagi karena pernah dibohongi. Contoh sederhana tindakan kebaikan yang dapat dilakukan adalah berdana. Sikap berdana merupakan ajaran cinta kasih yang sudah melekat dengan agama Buddha. Berdana tidak harus dilakukan dengan memberikan barang, bantuan berupa tenaga juga termasuk dalam dana.
Semangat dan penuh keyakinan dalam setiap kesempatan, selalu menjaga moralitas dalam pikiran, ucapan, serta perbuatan merupakan cerminan pejuang untuk mempertahankan eksistensi ajaran Buddha. Mempertahankan Dhamma tidak hanya dilakukan dengan publikasi atau penyebaran ajaran, tetapi juga dengan penunjukkan sifat dan sikap yang mencerminkan impelementasi Dhamma. Praktik Dhamma dipandang lebih efektif, karena orang akan melihat bukti, bukan hanya menekankan pada tekstual saja. “Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia” bukan hanya sekedar semboyan, tetapi dampaknya dapat dirasakan secara nyata, karena adanya tindakan bukan hanya sekedar ucapan belaka.
Yulius Adinata, S. Pd. B. (Penyuluh Agama Buddha PNS pada Kanwil Kemenag Provinsi Bengkulu)
No comments:
Post a Comment