Kebutuhan primer berguna untuk menunjang kehidupan, salah satunya yaitu tempat tinggal. Tempat tinggal yang ideal memiliki lingkungan bersih, sumber air bersih dan cukup, terawat, tenang, serta dekat dengan berbagai fasilitas umum. Kondisi tempat tinggal yang nyaman, dapat mewujudkan kehidupan yang sehat, damai, serta berkualitas.
Umat Buddha dapat fokus mempraktikan inti ajaran Buddha yaitu: “tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin” (Dhammapada, XIV:183), serta Nibbedhika Sutta (Aṇguttara Nikāya 6.63): “Perbuatan baik yang disertai kehendak (cetana), melalui jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) akan mendatangkan perasaan gembira dan bahagia.”
Chaḷaṅgadāna Sutta (Anguttara Nikāya, VI:37): menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) tahapan dalam melakukan perbuatan baik: “pemberi bergembira sebelum memberi; ia memiliki pikiran yang tenteram, dan penuh kepercayaan dalam tindakan memberi; dan; ia bersukacita setelah memberi. Ini adalah ketiga faktor dari si pemberi. Setelah melakukan perbuatan derma demikian dengan pikiran yang bebas dari kekikiran, orang bijaksana, kaya dalam keyakinan, terlahir kembali di alam bahagia, alam tanpa kesusahan.
Kenapa kita harus rajin berderma? Karena kehidupan tidak kekal. Kematian adalah sesuatu yang tidak dapat diprediksi, selagi tubuh masih sehat dan ada kesempatan, maka manfaatkanlah untuk berderma dan berbuat baik sesuai dengan kemampuan dan dilandasi dengan kebijaksanaan.
Menurut Kāladāna Sutta (Anguttara Nikaya, III:41), derma dapat dilakukan dengan: (1) memberikan sesuatu kepada seorang tamu; (2) memberikan sesuatu kepada seseorang yang sedang dalam perjalanan; (3) memberikan sesuatu kepada pasien; dan (4) memberikan sesuatu kepada orang yang bermoral.
Sebuah kisah berdema kepada orang yang bermoral dilakukan oleh nenek miskin yang sedang sakit, dengan penuh sukacita menuangkan air cucian beras ke mangkuk Mahakassapa. Setelah menerima air tersebut, Mahakassapa meminumnya. Nenek yang sudah sekarat itu sangat gembira karena berkesempatan untuk memberi persembahan kepada anggota Sangha. Kemudian, dia meninggal dunia dengan senyuman di wajahnya. (Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)).
Kisah lain dilakukan oleh Pangeran Magha. Dengan kakinya, ia membersihkan debu di tempat dia berdiri, kemudian dia berdiri santai di tempat tersebut. Kemudian seseorang datang memukul dan mendorongnya ke samping dan merebut tempatnya. Kejadian tersebut terjadi berulang kali, serta membuat mereka bahagia, Pangeran Magha beranggapan bahwa perbuatannya berjasa. Selanjutnya Pangeran Magha membawa sekop dan membersihkan tempat yang lebih luas, orang-orang berdatangan dan berdiri di situ.
Pada musim dingin, Pangeran Magha membuat perapian, agar orang-orang dapat menghangatkan badan, dengan demikian tempat itu menjadi suatu tempat peristirahatan yang disukai oleh semua orang. Pada pagi hari, dia meratakan jalan, memotong dan memindahkan batang pohon serta berujar meratakan jalan menuju surga sehingga menarik perhatian sebanyak 33 orang untuk membantunya membersihkan jalan. Mereka merasa bahagia, sehingga memiliki tekad untuk melakukan perbuatan baik lainnya dengan membangun fasilitas tempat peristirahatan berupa aula besar yang nyaman, kuat, serta aman dengan memanggil ahli bangunan. Setelah mencapai keadaan yang terpuji, pada saat dia meninggal dunia, dia terlahir kembali di Alam Ke Tiga Puluh Tiga Dewa.
Demikian dua kisah perbuatan bajik yang dapat menginspirasi umat buddha untuk turut mempraktikkan dhamma.
Supriyatno, S. Ag. (Penyuluh Agama Buddha Kankemenag Kab Karawang, Jawa Barat)
No comments:
Post a Comment